Saturday, October 13, 2007

Riwayat Hidup
ROMO ALEXANDER DENNY WAHYUDI, SX
“Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan,
maka terlaksanalah segala rencanamu” (Amsal 16:3)

Lahir di Madiun, 24 November 1974 dari pasangan Bapak Johnny Indrata dan (Almarhumah) Ana Maria Indrawati di Rumah Sakit Katolik Panti Bagija, Madiun yang dikelola oleh para Suster Misionaris Claris dari Sakramen Mahakudus (M.C.). Denny adalah anak ketiga dari lima bersaudara.

1979-1981: pernah bersekolah di TK Kristen Widya Wacana Solo, TK Katolik Marsudirini Solo, dan lulus di TK Bernardus (ditangani oleh para suster Ursulin, OSU) Madiun, Jawa Timur.
1981 – 1987: SD Katolik Santo Yusuf (dijalankan oleh para bruder Santo Aloysius, CSA) Madiun
1987 – 1990: SMP Negeri 2 Madiun
1988 – 1990: menjalani masa katekumenat di Novisiat Suster Misionaris Claris dari Sakramen Mahakudus (M.C.), Jalan Mundu, Madiun, Jawa Timur.
24 Desember 1990: dibaptis Katolik di Gereja Santo Cornelius, Madiun oleh Pastor Sebastiano Fornasari, C.M.
1990 – 1993: SMA Negeri 2 Madiun
Agustus 1993 – Desember 1993: bekerja di Rapico Foto, Menteng dan Adorama Foto, Jalan Kemang Raya, Jakarta
Januari 1994 – Mei 1996: bekerja di P.T. Surya Pertiwi (TOTO), Jalan Pinangsia dan Jalan Tomang Raya, Jakarta
Agustus 1996 – Mei 1997: Pra-Novisiat Serikat Misionaris Xaverian di Bintaro, Jakarta. Menjalankan kerasulan Sekolah Bina Iman Anak-anak di Paroki Keluarga Kudus, Pasar Minggu, Jakarta.
Juli 1997 – Juni 1998: Novisiat Xaverian di Bintaro, Jakarta. Menjalankan kerasulan di SSP Paroki Santo Thomas Rasul, Bojong Indah dan Sekolah Bina Iman Anak-anak di Paroki Keluarga Kudus, Pasar Minggu, Jakarta.
21 Juni 1998: mengikrarkan kaul pertama
1998 – 2002: studi filsafat di STF Driyarkara, Jakarta. Menjalankan kerasulan mendampingi katekumen Universitas Bina Nusantara Jakarta, katekumen di Paroki Santo Petrus Paulus Mangga Besar Jakarta, Dialog Antar Agama, dan mengajar agama di SMP Negeri 4 Jakarta, SMA Negeri 2 Jakarta dan SMA Negeri 5 Jakarta.
November 2002 – Agustus 2003: belajar bahasa Inggris di ESL Program Sacred Heart School of Theology di Hales Corners, Wisconsin, Amerika Serikat.
September 2003 – Mei 2007: studi teologi program Master of Divinity (M.Div) dan Master of Arts (MA bidang spiritualitas) di Catholic Theological Union (CTU) Chicago, Amerika Serikat.
6 Mei 2006: mengikrarkan kaul-kaul kekal di Komunitas Xaverian, Franklin, Wisconsin, Amerika Serikat.
14 Mei 2006: ditahbiskan diakon oleh Bishop John R. Gorman di Gereja Santa Theresia Kanak-kanak Yesus, Chinatown, Chicago, Amerika Serikat.
4 September 2006 – 4 Juni 2007: menjalankan pastoral diakonat di Gereja Santa Theresia Kanak-kanak Yesus, Chinatown, Chicago, Amerika Serikat.
15 Agustus 2007: ditahbiskan imam di Gereja Santo Mateus, Bintaro, Jakarta oleh Kardinal Julius Darmaatmadja, S.J.
Sungguh besar kasih Allah yang telah memanggil saya pada panggilan misioner di Serikat Misionaris Xaverian. Betapa tidak, saya yang baru saja dibaptis di kelas satu SMA, secara cepat merasakan getar-getar panggilan dalam hati setelah aktif di kegiatan doa-doa lingkungan, Mudika dan ziarah paroki. Keinginan tahuan yang besar akan panggilan menjadi imam ini terjawab dengan membaca majalah Katolik HIDUP saat doa rosario di ketua lingkungan Kejuron, Bapak Budiman waktu itu. Di situlah saya menemukan Serikat Misionaris Xaverian dan langsung saya menulis surat ke Yogya, yaitu promotor panggilan bernama Pastor Silvano Laurenzi, S.X. Korespondensi yang teratur menjawab segala pertanyaan saya tentang seluk-beluk menjadi seorang imam Xaverian. Saya merasakan kehangatan yang mendalam saat bertemu pastor yang penuh semangat ini pertama kali di Gereja Santo Fransiskus Xaverius, Kidul Loji, Yogyakarta, saat nenek saya dirawat di Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta. Sejak saat itu saya memproyeksikan diri saya dengan kehidupan seorang frater Xaverian yang sering kubaca di Warta Xaverian. Setiap kali menerima Warta ini saya baca berulang kali serasa saya menjadi bagiannya. Tidak heran saya mengenal banyak nama frater dan mantan frater Xaverian yang menjalani pendidikan di Jakarta ini meskipun saya tidak pernah bertemu mereka. Saya pun dengan tekun mengikuti perkembangan mereka hingga suatu saat saya dapat menghadiri satu buah sulung tahbisan Xaverian pertama Indonesia di Gereja Mlati, Yogyakarta, yaitu Romo Albertus Priyono, S.X. di bulan Oktober 1995. Saat itu saya sengaja cuti dari kantor untuk menghadirinya. Memang saya selulus SMA tidak langsung masuk Xaverian karena keluarga saya masih belum setuju, maka saya bekerja dulu di Jakarta selama tiga tahun. Pengalaman bekerja di Jakarta ini memberikan waktu cukup bagi saya untuk berpikir dan menimbang yang akhirnya memutuskan: YA, saya bersedia masuk dan ikut tes. Saya mengikuti tes psikologi, tes masuk STF Driyarkara dan wawancara di bulan Februari 1996 di Bintaro, setelah beberapa kali bimbingan pribadi dengan Pastor Nico Macina, S.X. di Wisma Xaverian, Cempaka Putih. Saya diperkenankan langsung melamar ke Xaverian tanpa harus masuk KPA di seminari menengah. Rupanya saya sungguh didukung oleh Pastor Laurenzi. Akhirnya saya diterima masuk Pra-Novisiat di Bintaro yang sudah selama ini saya sering memantau tempat dan pembangunan gedung barunya. Saat itu kami berjumlah 15 orang dan saya adalah satu-satunya yang bukan berasal dari seminari. Sering kali teman-teman bercanda bahwa saya berasal dari “Seminari TOTO” karena memang saya bekerja di perusahaan ini selama 2,5 tahun. Hari demi hari saya jalani dengan penuh antusias, jatuh-bangun, dengan suka-duka yang memberikan makna mendalam dalam hidup saya pribadi.
Keluarga saya yang dulunya melarang saya untuk menjadi imam, sedikit demi sedikit mereka menerima dan sangat bangga. Saya yakin dukungan dan tantangan dari semua pihak memberikan dinamika tersendiri dalam menjalani hidup panggilan mulia ini. Saya memiliki keyakinan yang besar dan sekaligus berpasrah kepada kehendak Allah atas masa depan panggilan ini. Saya menyadari panggilan ini tidak mudah, maka motto awal saya ketika masuk Xaverian adalah: “Barangsiapa ingin mengikuti Aku, ia harus menyangkal diri, memanggul salib setiap hari dan mengikuti Aku” (Lukas 9:23). Selain salib dan penyangkalan diri, banyak rahmat yang begitu besar yang boleh saya terima dengan syukur. Rahmat yang bagi saya teramat besar, tidak terpikirkan sebelumnya. Contohnya: kesempatan emas yang diberikan Serikat Xaverian bagi saya untuk menjalani studi teologi di Chicago, Amerika Serikat senantiasa mengingatkan saya untuk terus bersyukur dan bersemangat dalam jalan ini dengan penuh kesetiaan seumur hidup. Saya berpikir bahwa saya pribadi tidak akan dapat dan mampu pergi ke luar negeri apalagi studi tinggi apabila saya tidak menjadi anggota Serikat ini. Kendati banyak tantangan yang saya hadapi baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat namun semuanya itu indah pada akhirnya, karena “segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang memberikan kekuatan padaku” (Filipi 4:13).
Akhirnya saya mampu berkata bahwa panggilan menjadi imam misionaris Xaverian sungguh jodoh saya karena dalam waktu 11 tahun ini banyak kejadian yang tidak terduga oleh pemikiran manusia belaka menjadi kenyataan. Ada yang masuk dan ada banyak pula yang keluar. Saya patut bersyukur dan berbangga hati karena angkatan saya yang berjumlah 15 di awal masa pembinaan, sekarang masih berjumlah lima. Tiga diantarnya ditahbiskan imam bersama hari ini yaitu Utomo, Dharmawan dan saya sendiri. Dua lainnya yaitu Marsel dari Toraja yang sedang belajar teologi di Manila akan menyusul di tahun depan dan Made dari Bali yang menjalankan studi teologi di Mexico City akan mencapai tahap ini dua tahun ke depan. Saya persembahkan doa-doa dan rasa syukur saya untuk mereka berdua dan semua adik-adik kelas saya yang sedang menjalani proses panggilan ini. Tak lupa saya berdoa bagi semua rekan saya yang telah menjalani hidup di luar sebagai awam. Semoga kalian semua tetap menjadi “Xaverian” dalam hati dan realita hidup sehari-hari, menjadi garam dan terang bagi sesama di sekitar kita. Saya turut berterima kasih kepada Serikat Xaverian, para pembina, karyawan-karyawati di rumah-rumah Xaverian, guru-guru dan dosen-dosen kami, keluarga, sahabat, segenap panitia tahbisan imamat ini yang telah bekerja keras, para imam yang hadir saat ini dan umat sekalian, Bapak Uskup Agung Jakarta dan semua yang telah memberikan warna tersendiri dalam hidup dan kehidupan saya. Cinta dan kasih Anda sekalian memberikan makna tertinggi dalam hidup saya yang patut terus saya syukuri dan kenangkan.
Kini saatnya saya mohon doa restu Anda sekalian untuk tahap kehidupan saya selanjutnya khususnya untuk terus setia seumur hidup menjalani misi mulia sebagai imam misionaris di Keluarga Xaverian tercinta ini, menjalankan misi saya nanti di Jepang sebagai penugasan pertama saya sebagai imam, yang didahului dengan belajar bahasa Italia di Ancona, Italia selama 6 bulan. Untuk ujud ini saya berani berseru:
“Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan,
maka terlaksanalah segala rencanamu”
(Amsal 16:3)

Friday, October 12, 2007

ENAM BULAN DI ITALIA


ENAM BULAN DI ITALIA
(27 September 2007 - ……….)
Romo Alexander Denny Wahyudi, SX

Sore hari, Selasa, 25 September 2007 dari Wisma Conforti, aku diantar Pak Kismo dan Bruder Manuci ke bandara Cengkareng. Aku naik KLM yang hanya diperbolehkan membawa 20 kg saja di bagasi. Karena kelebihan 5 kg maka aku harus bayar US $ 210. Untunglah aku masih punya dollar, setelah barang-barang aku kurangi dan kumasukkan di rangsel bawaanku. Aku dapat pula surat bebas fiskal. Semuanya berjalan lancar hingga aku akhirnya terbang dengan maskapai Belanda ini, singgah dulu 30 menit di Kualalumpur. Di pesawat ini aku duduk dengan rombongan peziarah orang Indonesia yang tinggal di Perth Australia. Mereka berjumlah sekitar 25 orang mengunjungi Roma, dan kota-kota Eropa lainnya selama dua minggu dengan biro tour Lucia. Jadi tambah kenalan baru lagi.

Setelah 19 jam perjalanan dari Jakarta ke Roma, akhirnya aku tiba juga di Kota Roma, pagi hari sekitar jam 10, di hari Kamis 27 September 2007. Aku dijemput oleh Pastor Stradiotto sama seperti lima tahun lalu saat aku tiba di Roma sebelum ke USA. Di Roma aku tinggal di rumah Generalat Xaverian di Viale Vaticano 40, pas di belakang tembok Vatikan. Saat aku tiba di rumah ini, Romo Vitus Rubianto, sx sudah menyongsong kedatanganku. Malamnya aku diajak jalan-jalan di kota Roma mengunjungi Fontana di Trevi dan sekitarnya. Hari Minggu, 30 September 2007 aku memimpin misa dalam bahasa Indonesia di kapel generalat para Suster Misionaris Claris dari Sakramen Mahakudus di kota Roma bagian Utara. Ada tiga suster MC asal Indonesia di kota Roma ini. Aku dijemput Suster Rina dan satu suster asal India. Lalu diantar pulang kembali oleh Suster Rina naik mobil dengan Suster Cicil yang studi psikologi di Universitas Salesian di Roma. Satu suster MC Indonesia lainnya yaitu Suster Fenti. Aku disambut sangat baik oleh para suster ini. Misiku untuk memperlihatkan foto-foto rumah MC di Duren Sawit yang sedang direnovasi akhirnya terpenuhi. Setelah misa dan makan bersama, mereka sekitar 20 suster MC melihat foto-fotoku lewat laptopku dengan proyektor mereka. Aku sempat berfoto bersama mereka termasuk Madre General mereka. Mereka kebanyakan suster muda asal Mexico, ada pula satu dari India dan tiga dari Rusia.

Di rumah generalat aku bertemu dengan semua pembesar SX. Pastor Armando, sx salah satu penasehat Dewan General SX membantuku untuk mengurus permesso di soggiorno yang dikirim lewat kantor pos. Aku tidak tahu apakah bisa dapat surat ijin tinggal ini karena katanya bisa butuh waktu setengah tahun, padahal aku hanya tinggal di Italia selama 6 bulan.

Hari Senin, 01 Oktober 2007 pagi hari setelah misa dan sarapan, aku diantar oleh P. Stradiotto ke stasiun kereta api. Aku sendirian pergi menuju ke rumah Novisiat SX di kota Ancona di regio Marche, di tepi Laut Adriatik. Perjalanan ini selama 3,5 jam. Aku tiba jam 1 siang dan dijemput oleh satu novis, Andrea, orang Italia dekat Parma dan satu pastor, Narciso Pasuelo, sx yang katanya tidak pernah keluar dari Italia menjalankan misi karena kesehatannya. Di sini aku bertugas menjalankan misiku belajar bahasa Italia selama enam bulan sambil menunggu visa Jepangku jadi. Di komunitas ini ada 5 pastor Xaverian: Matteazi, Narciso, Tassi, Aldo, Venturini serta tiga novis: dua dari Italia yaitu Simone dan Andrea dan satu dari Spanyol yaitu Francis Xavier Martinez. Aku tiap hari diajar bahasa Italia dengan buku yang pernah aku pelajar saat di novisiat di Jakarta 10 tahun lalu selama 1, 5 jam sisanya aku mengerjakan PR. Guruku adalah Pastor Piermario Tassi yang sudah berusia 78 tahun dan pernah menjadi misionaris di Congo. Dia menjadi guru bhs Italia yang baik bagi banyak Xaverian di sini. Dia hanya bisa berbicara bahasa Italia dan Prancis, tidak Inggris, jadi dia langsung bicara bhs Italia padaku saat mengajar. Baguslah. Awalnya aku akan diajar oleh Pastor Venturini yang tahu Inggris, tapi karena mereka lihat aku sudah paham sedikit banyak kata-kata dalam bhs Italia, maka langsung aku diajar oleh Pastor Tassi.

Satu surprise bagiku saat aku ditawari memimpin misa hari Minggu pagi di sebuah gereja kecil, Santa Maria Libertrice dekat Laut Adriatik di Ancona. Pastor Aldo yang menawariku dan langsung aku jawab YA. Dia mendampingiku dalam misa yang dihadiri oleh sekitar 80 orang kebanyakan ibu-ibu tua Italia. Pastor Aldo yang berkhotbah dan aku yang memimpin misa menjadi selebran utama. Wah, aku semakin PD (percaya diri) bahwa aku bisa membaca bahasa Italia dengan sebaik mungkin. Syukurlah, orang di sini memahami apa yang aku baca saat misa ini. Jadi janjiku pada para suster MC di Roma tuk misa perpisahan sebelum aku ke Jepang tahun depan, pasti deh dapat aku penuhi dengan menggunakan bahasa Italia tentunya. Semoga saja….Tadi pagi, hari Rabu pagi, 10 Oktober, aku ikutan rekoleksi bulanan komunitas ini di paroki Santo Gaspar dari Bufalo tidak jauh dari sini. Rekoleksi diberikan satu jam oleh pastor paroki ini yang masih muda. Novis SX bernama Simone menjalankan kerasulan hari Minggu di paroki ini. Pagi ini Simone ada di rumah sakit tuk operasi kakinya. Aku mencoba untuk memahami apa yang dibicarakan saat retret tadi, intinya yah tentang iman, mengulangi tema misa Minggu lalu. “Signore, aumenta la nostra fede.”

Beberapa hari lalu temanku CHOICE, Caroline dari Cilandak Jakarta datang berkunjung ke Ancona ini tapi hanya 7 jam. Dia belajar masak dan bahasa Italia selama sebulan di Italia tepatnya di Firenze. Aku juga sudah telepon seorang bapak asal Indonesia, yaitu paman dari Cynthia Menella di Chicago. Bapak ini tinggal di Ancona, Italia sudah sejak 50 tahun lalu. Umurnya 76 tahun katanya. Isterinya orang Italia dan kedua anaknya tinggal di kota lain. Saat ketelepon dia, sering dia lupa kata-kata dalam bahasa Indonesia. Aku belum sempat jumpa, ntar kalau ada kesempatan lagi…sebenarnya dia sudah ke sini tapi aku pas mengantar Caroline, temanku ke stasiun kereta api Kamis, 04 Oktober lalu.

Saat aku browsing di Internet, aku menemukan sebuah website berisi foto-foto tahbisan imamat kami yang dapat diakses di website ini:

http://alsqtecture.multiply.com/photos/album/191/...Tahbisan_8_Pastor_Baru_-_sakramen_imamat...

Dan aku juga punya foto-foto tahbisan ini bisa dibuka di shutterflyku:

http://share.shutterfly.com/action/welcome?sid=8AbOXDFs3ctmXy&emid=sharview&linkid=link2

Atau bisa juga dilihat foto-fotoku di:
http://acdw74.multiply.com/journal


LIBURAN SELAMA 3,5 BULAN DI INDONESIA


LIBURAN DI INDONESIA SELAMA 3,5 BULAN
(6 Juni 2007 – 25 September 2007)
Romo Alexander Denny Wahyudi, SX


Setelah berlibur di Indonesia selama 3,5 bulan, saya mengucapkan syukur kepada Allah dan semua orang yang telah memberikan rahmat yang begitu besar bagi saya secara pribadi. Hari demi hari kujalani dengan berjumpa kangen dengan sanak saudara, famili, sahabat, dan para konfrater Xaverian seperti saya alami saat belibur tahun lalu. Tepat 6 Juni 2007 aku tiba di Jakarta setelah menjalani masa diakonatku di Amerika Serikat tepatnya di gereja Santa Theresia Chinatown Chicago selama 9 bulan. Banyak kegiatan aku ikuti selama aku di Indonesia seperti mengikuti kegiatan camping dengan para frater Xaverian di Sukabumi, memberikan retret bagi para anggota BIR (Bina Iman Remaja) paroki Santo Paskalis Jakarta, setelah didaulat oleh Ibu Sugeng. Saya sempat pula ke Bandung bertemu Romo Eddy, osc dan Romo Rudy, osc yang nitip ijasah D.Min mereka dari CTU Chicago. Saya juga bertemu dengan temanku Debby Rosita dan juga Ellen yang sedang berlibur dari Chicago di Bandung, dan juga Debby Djohan. Wah senang deh bertemu dengan mereka semua.
Setelah sebulan di Jakarta dan sekitarnya, barulah aku pulang kampung ke Madiun dan Ponorogo bertemu dengan keluargaku. Rasanya gembira banget ketemu keponakan-keponakan yang tidak kujumpai hampir setahun ini. Mereka tambah besar, bahkan aku hadir saat keponakanku, David, anak adikku Jimmy, merayakan ultah pertamanya di Ponorogo. Sebulan di Madiun dan sekitarnya aku sempat mengunjungi sekolah-sekolah Katolik khususnya SD, sempat pula ke Ponorogo dan Magetan. Pengalaman gembira berjumpa dan diterima oleh anak-anak ini sama persis seperti aku lakukan lima tahun lalu saat berlibur menunggu visa Amerikaku.
Akhirnya aku balik lagi ke Jakarta tuk persiapan tahbisan imamat. Delapan hari menjelang tahbisan imamat, aku sudah di Jakarta. Bulan pertama di Jakarta aku menjalankan retret dengan Maryono di rumah retret Canosa Bintaro yang diberikan oleh Pastor Bruno dan Pastor Marini.. Tibalah hari H-nya hari RABU, 15 Agustus 2007 pukul 5 sore di Gereja Santo Mateus Bintaro Jakarta, aku ditahbiskan menjadi imam misionaris Xaverian, imam ke-17 Xaverian Indonesia, bersama empat SX lainnya: Maryono, Ignatius, Utomo dan Dharmawan. Kami berdelapan; tiga diantaranya yang lain adalah imam Projo KAJ: Harry Sulis, Treka dan Kokoh. Kami ditahbiskan oleh Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ; acara berjalan lancar dan meriah yang dihadiri oleh sekitar 2000 orang. Acara misa ini berlangsung selama 3,5 jam dan diakhiri dengan hujan deras. Pokoknya aku merasa puas dan penuh syukur atas semua yang boleh kualami. Banyak orang yang sangat baik padaku sehingga apa yang kuimpikan dan kuajukan sejak tahun lalu berjalan sesuai dengan rencana Tuhan sendiri, bukan sekedar ambisiku. Maka tepatlah aku mengambil moto kisah panggilanku di buku tahbisan: “Serahkanlah segala perbuatanmu kepada Tuhan, maka terlaksanalah segala rencanamu” (Amsal 16:3). Keluarga intiku dari Madiun dan Ponorogo turut hadir semua dalam acara pentingku ini. Mereka kujemput, kudampingi dan juga kuantar pulang hingga di bandara Cengkareng. Dari 14 Agustus malam hingga Sabtu, 18 Agustus 2007 mereka pulang kembali aku terus bersama mereka. Syukurlah panitia memberikan tempat menginap bagi mereka (kurang lebih 15 orang dari keluargaku) di rumah retret Canosa selama dua malam dan dua malam berikutnya mereka menginap di kakak sepupuku di Ciracas, Jakarta Timur. Beberapa keluarga jauh yang tinggal di Jakarta juga sempat hadir. Setelah sibuk dengan reuni keluargaku ini aku mempersembahkan misa perdanaku di Gereja Santa Maria de Fatima Toasebio Jakarta hari Minggu, 19 Agustus dan juga sore harinya di markas Choice Kedoya, rumah pasutri Ferry-Lely.
Dari kota ke kota dan dari desa ke desa aku naik sepeda lipat kesayanganku yang selalu setia menemaniku. Sepeda ini aku simpan di procurator SX di Wisma Conforti supaya saat aku pulang lagi lima tahun lagi aku dapat menggunakannya lagi. Wah, pokoknya praktis deh bisa menggunakan kendaraan yang satu ini, yang juga sudah pernah kupunya saat aku bekerja di Jakarta dulu.
Setelah seminggu di Jakarta setelah tahbisan, aku pulang mudik ke Madiun, merayakan hari-hari pertamaku menjadi imam, merayakan misa di biara-biara baik suster maupun bruder, gereja-gereja baik di Madiun maupun di Ponorogo, Magetan dan Surabaya, beberapa lingkungan di Madiun, sekolah-sekolah Katolik. Aku puas dengan apa yang sudah kurencanakan sebulan sebelumnya untuk merayakan misa-misa ini akhirnya berjalan dengan baik sesuai rencana bersama. Bahkan, aku sempat memberkati rumah adikku, Rony di Madiun juga rumah serta toko dari saudara sepupuku di Jalan Yos Sudarso yaitu Tony, Edy, Yudi dan Miko. Aku sempat pula mengunjungi beberapa teman dan saudara sepupuku di Surabaya, Pati, Semarang dan Solo. Aku merayakan misa perdanaku juga di Tunas Xaverian di Yogyakarta. Sebelum aku pergi ke luar negeri lagi, aku merayakan misa ulang tahun ke-24 paroki Santo Mateus Bintaro pada hari Minggu, 23 September. Aku sempat diajak meninjau gereja baru yang sedang dibangun yaitu Maria Regina di sektor 9 Bintaro. Juga aku memimpin misa harian bahasa Inggris di Kapel Kedutaan Besar Vatikan di Gambir, Jakarta setelah diminta oleh Suster Frasineti, YMY.
Hari Senin malam, 24 September 2007 aku memimpin misa di lingkungan dan wilayah St. Theresia di rumah Ibu Yani yang dihadiri oleh para frater dan kedua formater Xaverian Cempaka Putih serta umat. Sebelum misa, sempat hujan. Selasa paginya barulah aku misa perdanaku dan terakhir di Indonesia menjelang go international, yaitu di kapel para frater sx filsafat cemput 42. Kuberikan KTP ku yang bakal habis 24 November 2007 kepada seksi humas, Frater Heri Pati, sx supaya diperpanjang dan disimpan di arsip sehingga saat aku pulang lima tahun lagi aku dapat menggunakannya.
Sore hari, Selasa, 25 September 2007 dari Wisma Conforti, aku diantar Pak Kismo dan Bruder Manuci ke bandara Cengkareng. Aku naik KLM yang hanya diperbolehkan membawa 20 kg saja di bagasi. Karena kelebihan 5 kg maka aku harus bayar US $ 210. Untunglah aku masih punya dollar, setelah barang-barang aku kurangi dan kumasukkan di rangsel bawaanku. Aku dapat pula surat bebas fiskal. Semuanya berjalan lancar hingga aku akhirnya terbang dengan maskapai Belanda ini, singgah dulu 30 menit di Kualalumpur. Di pesawat ini aku duduk dengan rombongan peziarah orang Indonesia yang tinggal di Perth Australia. Mereka berjumlah sekitar 25 orang mengunjungi Roma, dan kota-kota Eropa lainnya selama dua minggu dengan biro tour Lucia. Jadi tambah kenalan baru lagi.
Setelah 19 jam perjalanan dari Jakarta ke Roma, akhirnya aku tiba juga di Kota Roma, pagi hari sekitar jam 10, di hari Kamis 27 September 2007. Aku dijemput oleh Pastor Stradiotto sama seperti lima tahun lalu saat aku tiba di Roma sebelum ke USA. Di Roma aku tinggal di rumah Generalat Xaverian di Viale Vaticano 40, pas di belakang tembok Vatikan. Saat aku tiba di rumah ini, Romo Vitus Rubianto, sx sudah menyongsong kedatanganku. Malamnya aku diajak jalan-jalan di kota Roma mengunjungi Trevi fountain dan sekitarnya. Hari Minggu, 30 September 2007 aku memimpin misa dalam bahasa Indonesia di kapel generalat para Suster Misionaris Claris dari Sakramen Mahakudus di kota Roma bagian Utara. Ada tiga suster MC asal Indonesia di kota Roma ini. Aku dijemput Suster Rina dan satu suster asal India. Lalu diantar pulang kembali oleh Suster Rina naik mobil dengan Suster Cicil yang studi psikologi di Universitas Salesian di Roma.
Di rumah generalat aku bertemu dengan semua pembesar SX. Pastor Armando, sx salah satu penasehat Dewan General SX membantuku untuk mengurus permesso di sioggiorno yang dikirim lewat kantor pos. Aku tidak tahu apakah bisa dapat surat ijin tinggal ini karena katanya bisa butuh waktu setengah tahun, padahal aku hanya tinggal di Italia selama 6 bulan.
Hari Senin, 01 Oktober 2007 pagi hari setelah misa dan sarapan, aku diantar oleh P. Stradiotto ke stasiun kereta api. Aku sendirian pergi menuju ke rumah Novisiat SX di kota Ancona di regio Marche, di tepi Laut Adriatik. Perjalanan ini selama 3,5 jam. Aku tiba jam 1 siang dan dijemput oleh satu novis, Andrea, orang Italia dekat Parma dan satu pastor, Narciso Pasuelo, sx yang katanya tidak pernah keluar dari Italia menjalankan misi karena kesehatannya. Di sini aku bertugas menjalankan misiku belajar bahasa Italia selama enam bulan sambil menunggu visa Jepangku jadi. Di komunitas ini ada 5 pastor Xaverian: Matteazi, Narciso, Tassi, Aldo, Venturini serta tiga novis: dua dari Italia yaitu Simone dan Andrea dan satu dari Spanyol yaitu Francis Xavier Martinez. Aku tiap hari diajar bahasa Italia dengan buku yang pernah aku pelajar saat di novisiat di Jakarta 10 tahun lalu selama 1, 5 jam sisanya aku mengerjakan PR. Guruku adalah Pastor Piermario Tassi yang sudah berusia 78 tahun dan pernah menjadi misionaris di Congo. Dia menjadi guru bhs Italia yang baik bagi banyak Xaverian di sini. Dia hanya bisa berbicara bahasa Italia dan Prancis, tidak Inggris, jadi dia langsung bicara bhs Italia padaku saat mengajar. Baguslah. Awalnya aku akan diajar oleh Pastor Venturini yang tahu Inggris, tapi karena mereka lihat aku sudah paham sedikit banyak kata-kata dalam bhs Italia, maka langsung aku diajar oleh Pastor Tassi.
Satu surprise bagiku saat aku ditawari memimpin misa hari Minggu pagi di sebuah gereja kecil, Santa Maria Libertrice dekat Laut Adriatik di Ancona. Pastor Aldo yang menawariku dan langsung aku jawab YA. Dia mendampingiku dalam misa yang dihadiri oleh sekitar 80 orang kebanyakan ibu-ibu tua Italia. Pastor Aldo yang berkhotbah dan aku yang memimpin misa menjadi selebran utama. Wah, aku semakin PD (percaya diri) bahwa aku bisa membaca bahasa Italia dengan sebaik mungkin. Syukurlah, orang di sini memahami apa yang aku baca saat misa ini. Jadi janjiku pada para suster MC di Roma tuk misa perpisahan sebelum aku ke Jepang tahun depan, pasti deh dapat aku penuhi dengan menggunakan bahasa Italia tentunya. Semoga saja….Tadi pagi, hari Rabu pagi, 10 Oktober, aku ikutan rekoleksi bulanan komunitas ini di paroki Santo Gaspar dari Bufalo tidak jauh dari sini. Rekoleksi diberikan satu jam oleh pastor paroki ini yang masih muda. Novis SX bernama Simone menjalankan kerasulan hari Minggu di paroki ini. Pagi ini Simone ada di rumah sakit tuk operasi kakinya. Aku mencoba untuk memahami apa yang dibicarakan saat retret tadi, intinya yah tentang iman, mengulangi tema misa Minggu lalu. “Signore, aumenta la nostra fede.”
Beberapa hari lalu temanku CHOICE, Caroline dari Cilandak Jakarta datang berkunjung ke Ancona ini tapi hanya 7 jam. Dia belajar masak dan bahasa Italia selama sebulan di Italia tepatnya di Firenze. Aku juga sudah telepon seorang bapak asal Indonesia, yaitu paman dari Cynthia Mennella di Chicago. Bapak ini tinggal di Ancona, Italia sudah sejak 50 tahun lalu. Umurnya 76 tahun katanya. Isterinya orang Italia dan kedua anaknya tinggal di kota lain. Saat kutelepon dia, sering dia lupa kata-kata dalam bahasa Indonesia. Aku belum sempat jumpa, ntar kalau ada kesempatan lagi…sebenarnya dia sudah ke sini tapi aku pas mengantar Caroline, temanku ke stasiun kereta api Kamis, 04 Oktober lalu.
Saat aku browsing di Internet, aku menemukan sebuah website berisi foto-foto tahbisan imamat kami yang dapat diakses di website ini:
Dan aku juga punya foto-foto tahbisan ini bisa dibuka di shutterflyku: