Saturday, October 13, 2007

Riwayat Hidup
ROMO ALEXANDER DENNY WAHYUDI, SX
“Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan,
maka terlaksanalah segala rencanamu” (Amsal 16:3)

Lahir di Madiun, 24 November 1974 dari pasangan Bapak Johnny Indrata dan (Almarhumah) Ana Maria Indrawati di Rumah Sakit Katolik Panti Bagija, Madiun yang dikelola oleh para Suster Misionaris Claris dari Sakramen Mahakudus (M.C.). Denny adalah anak ketiga dari lima bersaudara.

1979-1981: pernah bersekolah di TK Kristen Widya Wacana Solo, TK Katolik Marsudirini Solo, dan lulus di TK Bernardus (ditangani oleh para suster Ursulin, OSU) Madiun, Jawa Timur.
1981 – 1987: SD Katolik Santo Yusuf (dijalankan oleh para bruder Santo Aloysius, CSA) Madiun
1987 – 1990: SMP Negeri 2 Madiun
1988 – 1990: menjalani masa katekumenat di Novisiat Suster Misionaris Claris dari Sakramen Mahakudus (M.C.), Jalan Mundu, Madiun, Jawa Timur.
24 Desember 1990: dibaptis Katolik di Gereja Santo Cornelius, Madiun oleh Pastor Sebastiano Fornasari, C.M.
1990 – 1993: SMA Negeri 2 Madiun
Agustus 1993 – Desember 1993: bekerja di Rapico Foto, Menteng dan Adorama Foto, Jalan Kemang Raya, Jakarta
Januari 1994 – Mei 1996: bekerja di P.T. Surya Pertiwi (TOTO), Jalan Pinangsia dan Jalan Tomang Raya, Jakarta
Agustus 1996 – Mei 1997: Pra-Novisiat Serikat Misionaris Xaverian di Bintaro, Jakarta. Menjalankan kerasulan Sekolah Bina Iman Anak-anak di Paroki Keluarga Kudus, Pasar Minggu, Jakarta.
Juli 1997 – Juni 1998: Novisiat Xaverian di Bintaro, Jakarta. Menjalankan kerasulan di SSP Paroki Santo Thomas Rasul, Bojong Indah dan Sekolah Bina Iman Anak-anak di Paroki Keluarga Kudus, Pasar Minggu, Jakarta.
21 Juni 1998: mengikrarkan kaul pertama
1998 – 2002: studi filsafat di STF Driyarkara, Jakarta. Menjalankan kerasulan mendampingi katekumen Universitas Bina Nusantara Jakarta, katekumen di Paroki Santo Petrus Paulus Mangga Besar Jakarta, Dialog Antar Agama, dan mengajar agama di SMP Negeri 4 Jakarta, SMA Negeri 2 Jakarta dan SMA Negeri 5 Jakarta.
November 2002 – Agustus 2003: belajar bahasa Inggris di ESL Program Sacred Heart School of Theology di Hales Corners, Wisconsin, Amerika Serikat.
September 2003 – Mei 2007: studi teologi program Master of Divinity (M.Div) dan Master of Arts (MA bidang spiritualitas) di Catholic Theological Union (CTU) Chicago, Amerika Serikat.
6 Mei 2006: mengikrarkan kaul-kaul kekal di Komunitas Xaverian, Franklin, Wisconsin, Amerika Serikat.
14 Mei 2006: ditahbiskan diakon oleh Bishop John R. Gorman di Gereja Santa Theresia Kanak-kanak Yesus, Chinatown, Chicago, Amerika Serikat.
4 September 2006 – 4 Juni 2007: menjalankan pastoral diakonat di Gereja Santa Theresia Kanak-kanak Yesus, Chinatown, Chicago, Amerika Serikat.
15 Agustus 2007: ditahbiskan imam di Gereja Santo Mateus, Bintaro, Jakarta oleh Kardinal Julius Darmaatmadja, S.J.
Sungguh besar kasih Allah yang telah memanggil saya pada panggilan misioner di Serikat Misionaris Xaverian. Betapa tidak, saya yang baru saja dibaptis di kelas satu SMA, secara cepat merasakan getar-getar panggilan dalam hati setelah aktif di kegiatan doa-doa lingkungan, Mudika dan ziarah paroki. Keinginan tahuan yang besar akan panggilan menjadi imam ini terjawab dengan membaca majalah Katolik HIDUP saat doa rosario di ketua lingkungan Kejuron, Bapak Budiman waktu itu. Di situlah saya menemukan Serikat Misionaris Xaverian dan langsung saya menulis surat ke Yogya, yaitu promotor panggilan bernama Pastor Silvano Laurenzi, S.X. Korespondensi yang teratur menjawab segala pertanyaan saya tentang seluk-beluk menjadi seorang imam Xaverian. Saya merasakan kehangatan yang mendalam saat bertemu pastor yang penuh semangat ini pertama kali di Gereja Santo Fransiskus Xaverius, Kidul Loji, Yogyakarta, saat nenek saya dirawat di Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta. Sejak saat itu saya memproyeksikan diri saya dengan kehidupan seorang frater Xaverian yang sering kubaca di Warta Xaverian. Setiap kali menerima Warta ini saya baca berulang kali serasa saya menjadi bagiannya. Tidak heran saya mengenal banyak nama frater dan mantan frater Xaverian yang menjalani pendidikan di Jakarta ini meskipun saya tidak pernah bertemu mereka. Saya pun dengan tekun mengikuti perkembangan mereka hingga suatu saat saya dapat menghadiri satu buah sulung tahbisan Xaverian pertama Indonesia di Gereja Mlati, Yogyakarta, yaitu Romo Albertus Priyono, S.X. di bulan Oktober 1995. Saat itu saya sengaja cuti dari kantor untuk menghadirinya. Memang saya selulus SMA tidak langsung masuk Xaverian karena keluarga saya masih belum setuju, maka saya bekerja dulu di Jakarta selama tiga tahun. Pengalaman bekerja di Jakarta ini memberikan waktu cukup bagi saya untuk berpikir dan menimbang yang akhirnya memutuskan: YA, saya bersedia masuk dan ikut tes. Saya mengikuti tes psikologi, tes masuk STF Driyarkara dan wawancara di bulan Februari 1996 di Bintaro, setelah beberapa kali bimbingan pribadi dengan Pastor Nico Macina, S.X. di Wisma Xaverian, Cempaka Putih. Saya diperkenankan langsung melamar ke Xaverian tanpa harus masuk KPA di seminari menengah. Rupanya saya sungguh didukung oleh Pastor Laurenzi. Akhirnya saya diterima masuk Pra-Novisiat di Bintaro yang sudah selama ini saya sering memantau tempat dan pembangunan gedung barunya. Saat itu kami berjumlah 15 orang dan saya adalah satu-satunya yang bukan berasal dari seminari. Sering kali teman-teman bercanda bahwa saya berasal dari “Seminari TOTO” karena memang saya bekerja di perusahaan ini selama 2,5 tahun. Hari demi hari saya jalani dengan penuh antusias, jatuh-bangun, dengan suka-duka yang memberikan makna mendalam dalam hidup saya pribadi.
Keluarga saya yang dulunya melarang saya untuk menjadi imam, sedikit demi sedikit mereka menerima dan sangat bangga. Saya yakin dukungan dan tantangan dari semua pihak memberikan dinamika tersendiri dalam menjalani hidup panggilan mulia ini. Saya memiliki keyakinan yang besar dan sekaligus berpasrah kepada kehendak Allah atas masa depan panggilan ini. Saya menyadari panggilan ini tidak mudah, maka motto awal saya ketika masuk Xaverian adalah: “Barangsiapa ingin mengikuti Aku, ia harus menyangkal diri, memanggul salib setiap hari dan mengikuti Aku” (Lukas 9:23). Selain salib dan penyangkalan diri, banyak rahmat yang begitu besar yang boleh saya terima dengan syukur. Rahmat yang bagi saya teramat besar, tidak terpikirkan sebelumnya. Contohnya: kesempatan emas yang diberikan Serikat Xaverian bagi saya untuk menjalani studi teologi di Chicago, Amerika Serikat senantiasa mengingatkan saya untuk terus bersyukur dan bersemangat dalam jalan ini dengan penuh kesetiaan seumur hidup. Saya berpikir bahwa saya pribadi tidak akan dapat dan mampu pergi ke luar negeri apalagi studi tinggi apabila saya tidak menjadi anggota Serikat ini. Kendati banyak tantangan yang saya hadapi baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat namun semuanya itu indah pada akhirnya, karena “segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang memberikan kekuatan padaku” (Filipi 4:13).
Akhirnya saya mampu berkata bahwa panggilan menjadi imam misionaris Xaverian sungguh jodoh saya karena dalam waktu 11 tahun ini banyak kejadian yang tidak terduga oleh pemikiran manusia belaka menjadi kenyataan. Ada yang masuk dan ada banyak pula yang keluar. Saya patut bersyukur dan berbangga hati karena angkatan saya yang berjumlah 15 di awal masa pembinaan, sekarang masih berjumlah lima. Tiga diantarnya ditahbiskan imam bersama hari ini yaitu Utomo, Dharmawan dan saya sendiri. Dua lainnya yaitu Marsel dari Toraja yang sedang belajar teologi di Manila akan menyusul di tahun depan dan Made dari Bali yang menjalankan studi teologi di Mexico City akan mencapai tahap ini dua tahun ke depan. Saya persembahkan doa-doa dan rasa syukur saya untuk mereka berdua dan semua adik-adik kelas saya yang sedang menjalani proses panggilan ini. Tak lupa saya berdoa bagi semua rekan saya yang telah menjalani hidup di luar sebagai awam. Semoga kalian semua tetap menjadi “Xaverian” dalam hati dan realita hidup sehari-hari, menjadi garam dan terang bagi sesama di sekitar kita. Saya turut berterima kasih kepada Serikat Xaverian, para pembina, karyawan-karyawati di rumah-rumah Xaverian, guru-guru dan dosen-dosen kami, keluarga, sahabat, segenap panitia tahbisan imamat ini yang telah bekerja keras, para imam yang hadir saat ini dan umat sekalian, Bapak Uskup Agung Jakarta dan semua yang telah memberikan warna tersendiri dalam hidup dan kehidupan saya. Cinta dan kasih Anda sekalian memberikan makna tertinggi dalam hidup saya yang patut terus saya syukuri dan kenangkan.
Kini saatnya saya mohon doa restu Anda sekalian untuk tahap kehidupan saya selanjutnya khususnya untuk terus setia seumur hidup menjalani misi mulia sebagai imam misionaris di Keluarga Xaverian tercinta ini, menjalankan misi saya nanti di Jepang sebagai penugasan pertama saya sebagai imam, yang didahului dengan belajar bahasa Italia di Ancona, Italia selama 6 bulan. Untuk ujud ini saya berani berseru:
“Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan,
maka terlaksanalah segala rencanamu”
(Amsal 16:3)

Friday, October 12, 2007

ENAM BULAN DI ITALIA


ENAM BULAN DI ITALIA
(27 September 2007 - ……….)
Romo Alexander Denny Wahyudi, SX

Sore hari, Selasa, 25 September 2007 dari Wisma Conforti, aku diantar Pak Kismo dan Bruder Manuci ke bandara Cengkareng. Aku naik KLM yang hanya diperbolehkan membawa 20 kg saja di bagasi. Karena kelebihan 5 kg maka aku harus bayar US $ 210. Untunglah aku masih punya dollar, setelah barang-barang aku kurangi dan kumasukkan di rangsel bawaanku. Aku dapat pula surat bebas fiskal. Semuanya berjalan lancar hingga aku akhirnya terbang dengan maskapai Belanda ini, singgah dulu 30 menit di Kualalumpur. Di pesawat ini aku duduk dengan rombongan peziarah orang Indonesia yang tinggal di Perth Australia. Mereka berjumlah sekitar 25 orang mengunjungi Roma, dan kota-kota Eropa lainnya selama dua minggu dengan biro tour Lucia. Jadi tambah kenalan baru lagi.

Setelah 19 jam perjalanan dari Jakarta ke Roma, akhirnya aku tiba juga di Kota Roma, pagi hari sekitar jam 10, di hari Kamis 27 September 2007. Aku dijemput oleh Pastor Stradiotto sama seperti lima tahun lalu saat aku tiba di Roma sebelum ke USA. Di Roma aku tinggal di rumah Generalat Xaverian di Viale Vaticano 40, pas di belakang tembok Vatikan. Saat aku tiba di rumah ini, Romo Vitus Rubianto, sx sudah menyongsong kedatanganku. Malamnya aku diajak jalan-jalan di kota Roma mengunjungi Fontana di Trevi dan sekitarnya. Hari Minggu, 30 September 2007 aku memimpin misa dalam bahasa Indonesia di kapel generalat para Suster Misionaris Claris dari Sakramen Mahakudus di kota Roma bagian Utara. Ada tiga suster MC asal Indonesia di kota Roma ini. Aku dijemput Suster Rina dan satu suster asal India. Lalu diantar pulang kembali oleh Suster Rina naik mobil dengan Suster Cicil yang studi psikologi di Universitas Salesian di Roma. Satu suster MC Indonesia lainnya yaitu Suster Fenti. Aku disambut sangat baik oleh para suster ini. Misiku untuk memperlihatkan foto-foto rumah MC di Duren Sawit yang sedang direnovasi akhirnya terpenuhi. Setelah misa dan makan bersama, mereka sekitar 20 suster MC melihat foto-fotoku lewat laptopku dengan proyektor mereka. Aku sempat berfoto bersama mereka termasuk Madre General mereka. Mereka kebanyakan suster muda asal Mexico, ada pula satu dari India dan tiga dari Rusia.

Di rumah generalat aku bertemu dengan semua pembesar SX. Pastor Armando, sx salah satu penasehat Dewan General SX membantuku untuk mengurus permesso di soggiorno yang dikirim lewat kantor pos. Aku tidak tahu apakah bisa dapat surat ijin tinggal ini karena katanya bisa butuh waktu setengah tahun, padahal aku hanya tinggal di Italia selama 6 bulan.

Hari Senin, 01 Oktober 2007 pagi hari setelah misa dan sarapan, aku diantar oleh P. Stradiotto ke stasiun kereta api. Aku sendirian pergi menuju ke rumah Novisiat SX di kota Ancona di regio Marche, di tepi Laut Adriatik. Perjalanan ini selama 3,5 jam. Aku tiba jam 1 siang dan dijemput oleh satu novis, Andrea, orang Italia dekat Parma dan satu pastor, Narciso Pasuelo, sx yang katanya tidak pernah keluar dari Italia menjalankan misi karena kesehatannya. Di sini aku bertugas menjalankan misiku belajar bahasa Italia selama enam bulan sambil menunggu visa Jepangku jadi. Di komunitas ini ada 5 pastor Xaverian: Matteazi, Narciso, Tassi, Aldo, Venturini serta tiga novis: dua dari Italia yaitu Simone dan Andrea dan satu dari Spanyol yaitu Francis Xavier Martinez. Aku tiap hari diajar bahasa Italia dengan buku yang pernah aku pelajar saat di novisiat di Jakarta 10 tahun lalu selama 1, 5 jam sisanya aku mengerjakan PR. Guruku adalah Pastor Piermario Tassi yang sudah berusia 78 tahun dan pernah menjadi misionaris di Congo. Dia menjadi guru bhs Italia yang baik bagi banyak Xaverian di sini. Dia hanya bisa berbicara bahasa Italia dan Prancis, tidak Inggris, jadi dia langsung bicara bhs Italia padaku saat mengajar. Baguslah. Awalnya aku akan diajar oleh Pastor Venturini yang tahu Inggris, tapi karena mereka lihat aku sudah paham sedikit banyak kata-kata dalam bhs Italia, maka langsung aku diajar oleh Pastor Tassi.

Satu surprise bagiku saat aku ditawari memimpin misa hari Minggu pagi di sebuah gereja kecil, Santa Maria Libertrice dekat Laut Adriatik di Ancona. Pastor Aldo yang menawariku dan langsung aku jawab YA. Dia mendampingiku dalam misa yang dihadiri oleh sekitar 80 orang kebanyakan ibu-ibu tua Italia. Pastor Aldo yang berkhotbah dan aku yang memimpin misa menjadi selebran utama. Wah, aku semakin PD (percaya diri) bahwa aku bisa membaca bahasa Italia dengan sebaik mungkin. Syukurlah, orang di sini memahami apa yang aku baca saat misa ini. Jadi janjiku pada para suster MC di Roma tuk misa perpisahan sebelum aku ke Jepang tahun depan, pasti deh dapat aku penuhi dengan menggunakan bahasa Italia tentunya. Semoga saja….Tadi pagi, hari Rabu pagi, 10 Oktober, aku ikutan rekoleksi bulanan komunitas ini di paroki Santo Gaspar dari Bufalo tidak jauh dari sini. Rekoleksi diberikan satu jam oleh pastor paroki ini yang masih muda. Novis SX bernama Simone menjalankan kerasulan hari Minggu di paroki ini. Pagi ini Simone ada di rumah sakit tuk operasi kakinya. Aku mencoba untuk memahami apa yang dibicarakan saat retret tadi, intinya yah tentang iman, mengulangi tema misa Minggu lalu. “Signore, aumenta la nostra fede.”

Beberapa hari lalu temanku CHOICE, Caroline dari Cilandak Jakarta datang berkunjung ke Ancona ini tapi hanya 7 jam. Dia belajar masak dan bahasa Italia selama sebulan di Italia tepatnya di Firenze. Aku juga sudah telepon seorang bapak asal Indonesia, yaitu paman dari Cynthia Menella di Chicago. Bapak ini tinggal di Ancona, Italia sudah sejak 50 tahun lalu. Umurnya 76 tahun katanya. Isterinya orang Italia dan kedua anaknya tinggal di kota lain. Saat ketelepon dia, sering dia lupa kata-kata dalam bahasa Indonesia. Aku belum sempat jumpa, ntar kalau ada kesempatan lagi…sebenarnya dia sudah ke sini tapi aku pas mengantar Caroline, temanku ke stasiun kereta api Kamis, 04 Oktober lalu.

Saat aku browsing di Internet, aku menemukan sebuah website berisi foto-foto tahbisan imamat kami yang dapat diakses di website ini:

http://alsqtecture.multiply.com/photos/album/191/...Tahbisan_8_Pastor_Baru_-_sakramen_imamat...

Dan aku juga punya foto-foto tahbisan ini bisa dibuka di shutterflyku:

http://share.shutterfly.com/action/welcome?sid=8AbOXDFs3ctmXy&emid=sharview&linkid=link2

Atau bisa juga dilihat foto-fotoku di:
http://acdw74.multiply.com/journal


LIBURAN SELAMA 3,5 BULAN DI INDONESIA


LIBURAN DI INDONESIA SELAMA 3,5 BULAN
(6 Juni 2007 – 25 September 2007)
Romo Alexander Denny Wahyudi, SX


Setelah berlibur di Indonesia selama 3,5 bulan, saya mengucapkan syukur kepada Allah dan semua orang yang telah memberikan rahmat yang begitu besar bagi saya secara pribadi. Hari demi hari kujalani dengan berjumpa kangen dengan sanak saudara, famili, sahabat, dan para konfrater Xaverian seperti saya alami saat belibur tahun lalu. Tepat 6 Juni 2007 aku tiba di Jakarta setelah menjalani masa diakonatku di Amerika Serikat tepatnya di gereja Santa Theresia Chinatown Chicago selama 9 bulan. Banyak kegiatan aku ikuti selama aku di Indonesia seperti mengikuti kegiatan camping dengan para frater Xaverian di Sukabumi, memberikan retret bagi para anggota BIR (Bina Iman Remaja) paroki Santo Paskalis Jakarta, setelah didaulat oleh Ibu Sugeng. Saya sempat pula ke Bandung bertemu Romo Eddy, osc dan Romo Rudy, osc yang nitip ijasah D.Min mereka dari CTU Chicago. Saya juga bertemu dengan temanku Debby Rosita dan juga Ellen yang sedang berlibur dari Chicago di Bandung, dan juga Debby Djohan. Wah senang deh bertemu dengan mereka semua.
Setelah sebulan di Jakarta dan sekitarnya, barulah aku pulang kampung ke Madiun dan Ponorogo bertemu dengan keluargaku. Rasanya gembira banget ketemu keponakan-keponakan yang tidak kujumpai hampir setahun ini. Mereka tambah besar, bahkan aku hadir saat keponakanku, David, anak adikku Jimmy, merayakan ultah pertamanya di Ponorogo. Sebulan di Madiun dan sekitarnya aku sempat mengunjungi sekolah-sekolah Katolik khususnya SD, sempat pula ke Ponorogo dan Magetan. Pengalaman gembira berjumpa dan diterima oleh anak-anak ini sama persis seperti aku lakukan lima tahun lalu saat berlibur menunggu visa Amerikaku.
Akhirnya aku balik lagi ke Jakarta tuk persiapan tahbisan imamat. Delapan hari menjelang tahbisan imamat, aku sudah di Jakarta. Bulan pertama di Jakarta aku menjalankan retret dengan Maryono di rumah retret Canosa Bintaro yang diberikan oleh Pastor Bruno dan Pastor Marini.. Tibalah hari H-nya hari RABU, 15 Agustus 2007 pukul 5 sore di Gereja Santo Mateus Bintaro Jakarta, aku ditahbiskan menjadi imam misionaris Xaverian, imam ke-17 Xaverian Indonesia, bersama empat SX lainnya: Maryono, Ignatius, Utomo dan Dharmawan. Kami berdelapan; tiga diantaranya yang lain adalah imam Projo KAJ: Harry Sulis, Treka dan Kokoh. Kami ditahbiskan oleh Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ; acara berjalan lancar dan meriah yang dihadiri oleh sekitar 2000 orang. Acara misa ini berlangsung selama 3,5 jam dan diakhiri dengan hujan deras. Pokoknya aku merasa puas dan penuh syukur atas semua yang boleh kualami. Banyak orang yang sangat baik padaku sehingga apa yang kuimpikan dan kuajukan sejak tahun lalu berjalan sesuai dengan rencana Tuhan sendiri, bukan sekedar ambisiku. Maka tepatlah aku mengambil moto kisah panggilanku di buku tahbisan: “Serahkanlah segala perbuatanmu kepada Tuhan, maka terlaksanalah segala rencanamu” (Amsal 16:3). Keluarga intiku dari Madiun dan Ponorogo turut hadir semua dalam acara pentingku ini. Mereka kujemput, kudampingi dan juga kuantar pulang hingga di bandara Cengkareng. Dari 14 Agustus malam hingga Sabtu, 18 Agustus 2007 mereka pulang kembali aku terus bersama mereka. Syukurlah panitia memberikan tempat menginap bagi mereka (kurang lebih 15 orang dari keluargaku) di rumah retret Canosa selama dua malam dan dua malam berikutnya mereka menginap di kakak sepupuku di Ciracas, Jakarta Timur. Beberapa keluarga jauh yang tinggal di Jakarta juga sempat hadir. Setelah sibuk dengan reuni keluargaku ini aku mempersembahkan misa perdanaku di Gereja Santa Maria de Fatima Toasebio Jakarta hari Minggu, 19 Agustus dan juga sore harinya di markas Choice Kedoya, rumah pasutri Ferry-Lely.
Dari kota ke kota dan dari desa ke desa aku naik sepeda lipat kesayanganku yang selalu setia menemaniku. Sepeda ini aku simpan di procurator SX di Wisma Conforti supaya saat aku pulang lagi lima tahun lagi aku dapat menggunakannya lagi. Wah, pokoknya praktis deh bisa menggunakan kendaraan yang satu ini, yang juga sudah pernah kupunya saat aku bekerja di Jakarta dulu.
Setelah seminggu di Jakarta setelah tahbisan, aku pulang mudik ke Madiun, merayakan hari-hari pertamaku menjadi imam, merayakan misa di biara-biara baik suster maupun bruder, gereja-gereja baik di Madiun maupun di Ponorogo, Magetan dan Surabaya, beberapa lingkungan di Madiun, sekolah-sekolah Katolik. Aku puas dengan apa yang sudah kurencanakan sebulan sebelumnya untuk merayakan misa-misa ini akhirnya berjalan dengan baik sesuai rencana bersama. Bahkan, aku sempat memberkati rumah adikku, Rony di Madiun juga rumah serta toko dari saudara sepupuku di Jalan Yos Sudarso yaitu Tony, Edy, Yudi dan Miko. Aku sempat pula mengunjungi beberapa teman dan saudara sepupuku di Surabaya, Pati, Semarang dan Solo. Aku merayakan misa perdanaku juga di Tunas Xaverian di Yogyakarta. Sebelum aku pergi ke luar negeri lagi, aku merayakan misa ulang tahun ke-24 paroki Santo Mateus Bintaro pada hari Minggu, 23 September. Aku sempat diajak meninjau gereja baru yang sedang dibangun yaitu Maria Regina di sektor 9 Bintaro. Juga aku memimpin misa harian bahasa Inggris di Kapel Kedutaan Besar Vatikan di Gambir, Jakarta setelah diminta oleh Suster Frasineti, YMY.
Hari Senin malam, 24 September 2007 aku memimpin misa di lingkungan dan wilayah St. Theresia di rumah Ibu Yani yang dihadiri oleh para frater dan kedua formater Xaverian Cempaka Putih serta umat. Sebelum misa, sempat hujan. Selasa paginya barulah aku misa perdanaku dan terakhir di Indonesia menjelang go international, yaitu di kapel para frater sx filsafat cemput 42. Kuberikan KTP ku yang bakal habis 24 November 2007 kepada seksi humas, Frater Heri Pati, sx supaya diperpanjang dan disimpan di arsip sehingga saat aku pulang lima tahun lagi aku dapat menggunakannya.
Sore hari, Selasa, 25 September 2007 dari Wisma Conforti, aku diantar Pak Kismo dan Bruder Manuci ke bandara Cengkareng. Aku naik KLM yang hanya diperbolehkan membawa 20 kg saja di bagasi. Karena kelebihan 5 kg maka aku harus bayar US $ 210. Untunglah aku masih punya dollar, setelah barang-barang aku kurangi dan kumasukkan di rangsel bawaanku. Aku dapat pula surat bebas fiskal. Semuanya berjalan lancar hingga aku akhirnya terbang dengan maskapai Belanda ini, singgah dulu 30 menit di Kualalumpur. Di pesawat ini aku duduk dengan rombongan peziarah orang Indonesia yang tinggal di Perth Australia. Mereka berjumlah sekitar 25 orang mengunjungi Roma, dan kota-kota Eropa lainnya selama dua minggu dengan biro tour Lucia. Jadi tambah kenalan baru lagi.
Setelah 19 jam perjalanan dari Jakarta ke Roma, akhirnya aku tiba juga di Kota Roma, pagi hari sekitar jam 10, di hari Kamis 27 September 2007. Aku dijemput oleh Pastor Stradiotto sama seperti lima tahun lalu saat aku tiba di Roma sebelum ke USA. Di Roma aku tinggal di rumah Generalat Xaverian di Viale Vaticano 40, pas di belakang tembok Vatikan. Saat aku tiba di rumah ini, Romo Vitus Rubianto, sx sudah menyongsong kedatanganku. Malamnya aku diajak jalan-jalan di kota Roma mengunjungi Trevi fountain dan sekitarnya. Hari Minggu, 30 September 2007 aku memimpin misa dalam bahasa Indonesia di kapel generalat para Suster Misionaris Claris dari Sakramen Mahakudus di kota Roma bagian Utara. Ada tiga suster MC asal Indonesia di kota Roma ini. Aku dijemput Suster Rina dan satu suster asal India. Lalu diantar pulang kembali oleh Suster Rina naik mobil dengan Suster Cicil yang studi psikologi di Universitas Salesian di Roma.
Di rumah generalat aku bertemu dengan semua pembesar SX. Pastor Armando, sx salah satu penasehat Dewan General SX membantuku untuk mengurus permesso di sioggiorno yang dikirim lewat kantor pos. Aku tidak tahu apakah bisa dapat surat ijin tinggal ini karena katanya bisa butuh waktu setengah tahun, padahal aku hanya tinggal di Italia selama 6 bulan.
Hari Senin, 01 Oktober 2007 pagi hari setelah misa dan sarapan, aku diantar oleh P. Stradiotto ke stasiun kereta api. Aku sendirian pergi menuju ke rumah Novisiat SX di kota Ancona di regio Marche, di tepi Laut Adriatik. Perjalanan ini selama 3,5 jam. Aku tiba jam 1 siang dan dijemput oleh satu novis, Andrea, orang Italia dekat Parma dan satu pastor, Narciso Pasuelo, sx yang katanya tidak pernah keluar dari Italia menjalankan misi karena kesehatannya. Di sini aku bertugas menjalankan misiku belajar bahasa Italia selama enam bulan sambil menunggu visa Jepangku jadi. Di komunitas ini ada 5 pastor Xaverian: Matteazi, Narciso, Tassi, Aldo, Venturini serta tiga novis: dua dari Italia yaitu Simone dan Andrea dan satu dari Spanyol yaitu Francis Xavier Martinez. Aku tiap hari diajar bahasa Italia dengan buku yang pernah aku pelajar saat di novisiat di Jakarta 10 tahun lalu selama 1, 5 jam sisanya aku mengerjakan PR. Guruku adalah Pastor Piermario Tassi yang sudah berusia 78 tahun dan pernah menjadi misionaris di Congo. Dia menjadi guru bhs Italia yang baik bagi banyak Xaverian di sini. Dia hanya bisa berbicara bahasa Italia dan Prancis, tidak Inggris, jadi dia langsung bicara bhs Italia padaku saat mengajar. Baguslah. Awalnya aku akan diajar oleh Pastor Venturini yang tahu Inggris, tapi karena mereka lihat aku sudah paham sedikit banyak kata-kata dalam bhs Italia, maka langsung aku diajar oleh Pastor Tassi.
Satu surprise bagiku saat aku ditawari memimpin misa hari Minggu pagi di sebuah gereja kecil, Santa Maria Libertrice dekat Laut Adriatik di Ancona. Pastor Aldo yang menawariku dan langsung aku jawab YA. Dia mendampingiku dalam misa yang dihadiri oleh sekitar 80 orang kebanyakan ibu-ibu tua Italia. Pastor Aldo yang berkhotbah dan aku yang memimpin misa menjadi selebran utama. Wah, aku semakin PD (percaya diri) bahwa aku bisa membaca bahasa Italia dengan sebaik mungkin. Syukurlah, orang di sini memahami apa yang aku baca saat misa ini. Jadi janjiku pada para suster MC di Roma tuk misa perpisahan sebelum aku ke Jepang tahun depan, pasti deh dapat aku penuhi dengan menggunakan bahasa Italia tentunya. Semoga saja….Tadi pagi, hari Rabu pagi, 10 Oktober, aku ikutan rekoleksi bulanan komunitas ini di paroki Santo Gaspar dari Bufalo tidak jauh dari sini. Rekoleksi diberikan satu jam oleh pastor paroki ini yang masih muda. Novis SX bernama Simone menjalankan kerasulan hari Minggu di paroki ini. Pagi ini Simone ada di rumah sakit tuk operasi kakinya. Aku mencoba untuk memahami apa yang dibicarakan saat retret tadi, intinya yah tentang iman, mengulangi tema misa Minggu lalu. “Signore, aumenta la nostra fede.”
Beberapa hari lalu temanku CHOICE, Caroline dari Cilandak Jakarta datang berkunjung ke Ancona ini tapi hanya 7 jam. Dia belajar masak dan bahasa Italia selama sebulan di Italia tepatnya di Firenze. Aku juga sudah telepon seorang bapak asal Indonesia, yaitu paman dari Cynthia Mennella di Chicago. Bapak ini tinggal di Ancona, Italia sudah sejak 50 tahun lalu. Umurnya 76 tahun katanya. Isterinya orang Italia dan kedua anaknya tinggal di kota lain. Saat kutelepon dia, sering dia lupa kata-kata dalam bahasa Indonesia. Aku belum sempat jumpa, ntar kalau ada kesempatan lagi…sebenarnya dia sudah ke sini tapi aku pas mengantar Caroline, temanku ke stasiun kereta api Kamis, 04 Oktober lalu.
Saat aku browsing di Internet, aku menemukan sebuah website berisi foto-foto tahbisan imamat kami yang dapat diakses di website ini:
Dan aku juga punya foto-foto tahbisan ini bisa dibuka di shutterflyku:

Friday, May 04, 2007

A Good News on Friday, May 04, 2007

A Good News on Friday, May 04, 2007 for Denny

Today is the first Friday of May in the year of 2007. After working on tiles at the basement of Saint Therese Church, helping Ben and having lunch, noodle, cooked by Father Michael, I opened my hotmail email. Finally, what I have been waiting for over the last days arrived to me. Father Ivan Marchesin, the provincial of the Xaverians in the USA sent me email and forwarded me the official letter from the General Direction of the Xaverians in Rome. It is about the confirmation of my admission to the order of priesthood and the first assignment to go to Japan. It says that I should learn some Italian in the Novitiate House of the Xaverians in Ancona, Italy starting from the end of September till the end of February 2008. By early March 2008 I should be in Japan for my destination; probably, I will stay at the provincial house of the Xaverians, In Izumisano, Osaka, where I devote my time to learn Japanese for at least two years. It means I have some five months in Italy for this special Italian learning. It's the requirement for a Xaverian destined to work in Japan since among the Xaverians themselves speaking and understanding Italian is a must. It is the dream I have projected for these last months looking forward my future. My future is in the hands of God who always nurtures and grants me the best I could ever imagine. Through my beloved "mother", the Xaverians, my religious family, I have been living my vocation and call toward this missionary priesthood. So, it's my joy to give thanks to God and all who have been influencing my life. Through the Sacred Heart of Jesus, as we celebrate today, the first Friday, and Mary, my mother, through whom I was called for the first time to this precious summon when I was young (and this is May, the month of Mary), I would remember this gracious time. It's exactly a month left before I am going back to my country, Indonesia, to prepare my priesthood ordination that will be held in our parish, Saint Matthew in Bintaro, Jakarta, on Wednesday, August 15, 2007. There will be some 8 new priests, respectively, 5 Xaverians and 3 diocesans of Jakarta. So far I know we are Ignatius, Maryono, Utomo, Denny (me), Dharmawan, and the three diocesan deacons (Kokoh, Treka, and Hari). I return to God whatever happens in the near future of my life together with others who will be ordained, I pray for all of them. Let the Holy Spirit guide us to this preparation time so that we will be good shepherds in our ministry wherever we are through entire of our lives as a life offering to God and the people whom we serve. “If anyone desires to come after me, let him deny himself, take up his cross daily and follow me” (Luke 9:23).

Here is the letter of my provincial and the General Direction:


From : Ivan Marchesin ivanmarchesin@hotmail.com

Sent : Friday, May 4, 2007 2:04 PM

To : acdw74@hotmail.com

Dear Denny,

Greetings. I am sending you this letter of confirmation by the General Direction for your Ordination to the Priesthood and your assignment to Japan.

Congratulations.

I am proud of you and am very happy for this great grace God is giving you. God is calling you not only to act in the name of Jesus. There is more. God is asking you be Jesus, visible, loving, acting, compassionate, beautiful in everything you do and wherever you go. As Jesus was always the visible presence of the Father, so are you to be always the visible presence of Jesus: Jesus who is ever giving his life for the life of the world.

Search all the heavens and the earth, and you will never find anything more beautiful and demanding than you call and vocation. Be happy. Be grateful.

I assure you my prayer and my unity. We share the same call and the same vocation. Together we thank God and Mary for the gift of our Priesthood and of our missionary call.

Gratefully and most respectfully, Yours,

Fr. Ivan Marchesin, s,x,

Rome, 3 May 2007

Feast of the Apostles Philip and James

Deacon Denny Wahyudi Alexander

Xaverian International Theology Community

Chicago

USA

Re: Confirmation of Admission to the Priesthood and Assignment

Dear Denny,

during the General Council of 2 May, the Superior General confirmed your Admission to the Priesthood and, at the same time, assigned you to the Region of Japan.

Together with our congratulations, we assure you of our prayers for your priestly ministry which, from now on, will mark your life at the service of the Church and the Mission.

After your Ordination you shall have one month to spend with your family and relatives in Indonesia.

You should be in Italy by the end of September to study some Italian, in accordance with the requirements of the Japanese Region. We think that you could do this study in the Novitiate House of Ancona. We shall inform the Regional Superior of Italy. The study period shall last until the end of February 2008 so that you may be in Japan by the first days of March 2008.

During this period you should establish and maintain contact with the Regional Superior of Japan to begin the necessary application process for an entry visa; it should be possible to do this through the Indonesian Embassy in Italy.

We think that you should go directly from Italy to Japan, without returning to Indonesia.

Should any problems arise, you shall discuss them with the new General Direction.

We entrust your new commitments to Our Lady that She may protect and guide you.

Fr.Luigi Menegazzo

Copies to:

Fr. I. Marchesin, Regional Superior, USA

Fr. PG. Manni, Regional Superior, JP

Fr. V. Baravalle, Regional Superior, ID

Fr. C. Pozzobon, Regional Superior, IT





Monday, April 02, 2007

THE COMPREHENSIVE EXAMINATIONS OF DENNY WAHYUDI, SX FOR MA STUDIES AT CTU-CHICAGO

THE COMPREHENSIVE EXAMINATIONS OF

DENNY WAHYUDI, SX

Wednesday, March 28, at 11.30 am.

and
Thursday, March 29, at 10 a.m.

ROOM: 336

Board: Father Paul Lachance, OFM (Chair)

Sr. Mary Frohlich, RSCJ

Edmund Chia

MAJOR: SPIRITUALITY

1.) Using Book VIII of the Confessions of Saint Augustine which pertains to his conversion, discuss the content with Lonergan’s theory of human meaning-making and the “conversion theory” of John Cameli. How do you re-appropriate it for catechumens in a college setting of your own country?

Augustine, Saint, Bishop of Hippo, The Confessions of Saint Augustine, New York:

Washington Square Press, Inc., 1951, pp.127-148.

Brazier, Roderick, “In Indonesia, the Chinese go to church,” in International Herald

Tribune, http://www.iht.com/articles/2006/04/27/opinion/edbrazier.php (accessed

January 24, 2007)

Cameli, Louis John, Caring for the Candidate: Insights of Spiritual Theology, in

Conversion and the Catechumenate, Robert Duggan (ed.), N.Y.: Paulist Press,

1997, pp.5-22.

Finn, Thomas M., “It Happened One Saturday Night,” in Journal of the American

Academy Religion, LVIII/4, 58 (1990), pp.589-616.

Lonergan, Bernard, Method in Theology, N.Y.: The Seabury Press, 1972, pp.13-20.

Starnes, Colin, Augustine’s Conversion: A Guide to the Argument of Confessions I-IX,

Ontario, Canada: Wilfrid Laurier University Press, 1990, pp.213-236.

2.) In the light of Donald Goergen’s three events or phases in spiritual developments (the religious or spiritual awakening, the religious or spiritual identity, and the religious or spiritual commitment), discuss the spiritual life of a celibate person in the Catholic tradition of religious life and it’s growth into a more chaste and religious life.

Crosby, Michael H. Celibacy: Means of Control or Mandate of the Heart?, Notre Dame,

Indiana: Ave Maria Press, 1996, p.159-180.

Dorr, Donald, “A Christian Spirituality of Celibacy,” in Time for a Change, A Fresh Look

at Spirituality, Sexuality, Globalisation and the Church, Blackrock, Co Dublin:

The Columbia Press, 2004, pp.126-146.

Goergen, Donald, The Sexual Celibate, New York, N.Y.: The Seabury Press, 1974,

pp.209-223.

Ridick, Joyce, S.S.C., Treasure in Earthen Vessels: The Vows, Staten Island, N.Y.:

Society of Saint Paul, 1984, pp.68-73.

Sipe, A.W. Richard, Living the Celibate Life: A Search for Models and Meaning,

Liguori-Missouri: Triumph, 2004, pp.126-144.

3.) Discuss Bonhoeffer’s spirituality of God’s vulnerability as regards to the practice of compassion for those in suffering and sorrow in today’s world, especially in the context of Indonesia, the country of my origin.

Gateley, Edwina, “Rebirthing God in the New Millennium,” in Spiritual Questions for

the Twenty-First Century, Mary Hembrow Snyder (ed.), Maryknoll-New York:

Orbis Books, 2002, pp.62-66.

Kelly Geffrey B, and F. Burtion Nelson, “Bonhoeffer’s Spirituality and God’s

Vulnerability-Compassion for those in Suffering and Sorrow,” in The Cost of

Moral Discipleship, the Spirituality of Dietrich Bonhoeffer, Grand Rapids-

Michigan/Cambridge-U.K.: William B. Eerdmans Publishing Company, 2003,

pp.173-186.

Macchia, Frank D. “Terrorists, Security,and the Risk of Peace: Toward a Moral Vision,”

in PNEUMA: the Journal of the Society for Pentecostal Studies, Volume 26,

No.1, Spring 2004, pp.1-3.

Schiefelbein, Kyle Kenneth, “In the Voices of Those Who Knew Him: An Introduction to

Dietrich Bonhoeffer,” in Word and World Vol.26, Number 1, Winter 2006, pp.77-

85.

Sheldrake, Philip, S.J., “Discipleship and the Cross,” in Images of Holiness, Explorations

in Contemporary Spirituality, Notre Dame-Indiana: Ave Maria Press, 1987,

pp.46-61.

Singgih, Emanuel Gerrit, “A Theological Evaluation of Indonesian People’s Reflections

on Suffering,” in CTC Bulletin,

http://www.cca.org.hk/resources/ctc/ctc05-02/ctc05-02e.htm (accessed January

24, 2007)

4.) Julian of Norwich (1342-1416) is a woman mystic from England who expressed her spirituality in terms of motherhood of God, Christ Jesus, as well as Mary and the Church. Explain more about this figure and her spirituality of prayer and then how do you appropriate her spirituality into your own spirituality.

Abbott, Christopher, Julian of Norwich: autobiography and theology, Cambridge-Britain:

D.S. Brewer, 1999, pp.160-164.

Bauerschmidt, Frederick C., “Will Everything Really be OK? The Spirituality of Julian

of Norwich,” in Commonweal, 125:13-14, February 27, 1998, p.14.

Brant, Pelphrey, Julian of Norwich, Christ Our Mother, Wilmington-Delaware: Michael

Glazier, 1989, pp.224-258.

Colledge, O.S.A., Edmund and James Walsh, S.J., Julian of Norwich, Showings,

Mahwah-New Jersey: Paulist Press, 1978, pp.259, 292, 297.

Mastro, M.L.del, The Revelation of Divine Love in Sixteen Showings Made to Dame

Julian of Norwich, Liguori-Missouri: Liguori/Triumph, 1994, pp.1, 3-8, 11-14.

Nuth, Joan M., Wisdom’s Daughter, the Theology of Julian of Norwich, New York:

Crossroad Publishing Company, 1991, pp.21-39.

Palliser, Margaret Ann, Christ, Our Mother of Mercy, Berlin and New York: Walter de

Gruyter & Co., 1991, pp.105-122.

Testament-Letter of the Founder” no. 10, Xaverian Missionaries Constitution.

5.) Lectio Divina has four ladders, namely, lectio, meditatio, oratio, and contemplatio. (They are called as “Jacob’s ladder” by Guigo II). Explain this traditional prayer of Catholic Church that has its roots in monastic tradition.

Bajema, Clifford E., At One with Jesus – Rediscovery the Secret of Lectio Divina, Grand

Rapids-Michigan: CRC Publications, 1998, pp.5-9.

Bianchi, Enzo, “A letter from Guigo II, Prior of the Grand Chartreuse to his friend

Gervase,” in Praying the Word – An Introduction to Lectio Divina (translated by

James W. Zona), Kalamazoo-Michigan/Spencer-MA: Cistercian Publications,1998, pp.100-114.

Casey, Michael, Sacred Reading – the Ancient Art of Lectio Divina, Liguori-Missouri:

Triumph TM Books, 1996, pp.51-76.

Guigo II, The Ladder of Monks, A Letter on the Contemplative Life and Twelve

Meditations, Kalamazoo-Michigan: Cistercian Publications, Inc., 1981, pp.3-35,

65-86.

Keating, Thomas, The Better Part, New York-N.Y.: The Continuum International

Publishing Group Inc., 2000, pp.31-48.

Masini, Mario, Lectio Divina – on Ancient Prayer that is ever new (translated by

Edmund C. Lane, SSP), Staten Island-New York: the Society of St. Pauls, 1998,

pp.39-72.

Pennington, M. Basil, O.C.S.O., Lectio Divina – Renewing the Ancient Practice of

Praying the Scriptures, New York-N.Y.: Cistercian Abbey of Spencer Inc., 1998,

pp.57-58.

MINOR: CROSS-CULTURAL

1.) What do you understand by the term religion and give some ways it is defined? What are some of the approaches to the study of religion? Discuss the various attitudes of the Church to other religions, especially the difference between those before and after the Second Vatican Council.

Cobb, John, Transforming Christianity and the World, Maryknoll-New York: Orbis

Books, 1999, p.131, 134-135.

Dupuis, Jacques, Christianity and the Religions: From Confrontation to Dialogue,

Maryknoll-New York: Orbis Books, pp.17-95.

Eck, Diana, Encountering God, Boston-MA: Beacon Press, 1992, pp.166-199.

Fredericks, James L., “The Catholic Church and the Other Religions,” in Buddhism and

Christians: Through Comparative Theology to Solidarity, Maryknoll-New York:

Orbis Books, 2004, pp.1-29.

Hick, John, “Introduction,” in An Interpretation of Religion: The Challenge of Other

Religions, Oxford: Basil Blackwell, 1989, p.3.

Hodgson, Peter C, Winds of the Spirit: A Constructive Christian Theology, Louisville-

Kentucky: Westminster John Knox Press, 1994, pp.99-144.

Knitter, Paul F., Introducing Theologies of Religions, Maryknoll-New York: Orbis

Books, 2002.

Ramsey, Elizabeth and Shannon Ledbetter, “Studying Religion: Issues in Definition and

Method,” in Ian Markham and Tim Ruarell (eds.), Encountering Religion,

Oxford: Blackwell, 2001, p.1.

2.) Discuss the interreligious dialogue which is going on between Christianity and Buddhism. What are the central issues and themes of such dialogue? Identify the points of convergences and areas of divergences. Discuss Pope John Paul II’s attitude towards Buddhism. Reflect on all this in your own personal context.

Camps, Arnulf, “Experiencing in the Transciency of All Things: Buddhism,” in Partners

in Dialogue: Christianity and Other World Religions, Maryknoll: Orbis, 1983,

pp.100, 102.

Chia, Edmund, “Dialogue with Religions of Asia: Challenges from Without,” SEDOS 30

(June-July 1998), pp.202-211.

Dumoulin, S.J., Heinrich, Christianity Meets Buddhism, LaSalle-Illinois: Open Court

Publishing Company, 1974, pp.31-74.

Fisher, Mary Pat, “Buddhism,” in Living Religious, NJ: Prentice Hall, 1994, pp.123, 125,

142-143.

Jayatilleke, K.N., Paul J. Griffiths (ed), “Extracts from The Buddhist Attitude to Other

Religions” in Christianity Through Non-Christian Eyes, Maryknoll-New York: Orbis Books, 1990, pp.141-152.

Lai, Whalen and Michael von Bruck, Christianity and Buddhism: A Multicultural History

of Their Dialogue, Maryknoll-New York: Orbis Books, 2001, pp.236-254.

Lefebure, Leo D., The Buddha and the Christ: Explorations in Buddhist and Christian

Dialogue, Maryknoll-New York: Orbis Books, 1993, pp.xv-xxiii.

Sherwin, Byron L. and Harold Kasimow (Eds.) and Paul F. Knitter (General Ed.), John

Paul II and Interreligious Dialogue, Maryknoll-New York: Orbis Books, pp.85-95, 108-112, 113-120.

Yagi, Seiichi and Leonard Swidler, A Bridge to Buddhist-Christian Dialogue, New York-

Mahwah: Paulist Press, 1990, pp.8-37.

3.) What do you understand by the terms inculturation and contextualization? What are some models of inculturation and contextualization? Discuss the presuppositions, strengths, and weaknesses of these models. Apply this to Christianity of the Torajans of Indonesia and explore the theological issues which must be addressed.

Bertens, MSC, Kees, “The Catholic Community in Indonesia and the Problem of

Inculturation,” in Inculturation, Working Papers on Living Faith and Cultures,

Arij A. Roest Crollius, S.J. (ed.), Rome: Centre “cultures and Religions”- Pontifical Gregoriana University, 1986, pp.65-76.

Bevans, Stephen B., Models of Contextual Theology, Maryknoll-New York: Orbis

Books, 1992, pp.1-46.

Koyama, Kosuke, “I Have Become All Things to All People…”, in Popular Catholicism

in a World Church: Seven Case Studies in Inculturation, Thomas Bamat and

Jean-Paul Wiest (eds.), Maryknoll-New York: Orbis Books, 1999, pp.249-255.

Ngelow, Zakaria J., Traditional Culture, Christianity and Globalization in Indonesia: the

Case of Torajan Christians,

http://www.nanzan-u.ac.jp/SHUBUNKEN/publications/miscPublications/I- R/pdf/45-Ngelow.pdf (accessed January 24, 2007).

Phan, Peter C., In Our Own Tongues, Perspectives from Asia on Mission and

Inculturation, Maryknoll-New York: Orbis Books, 2003, pp.13-31.

Schreiter, Robert J., Constructing Local Theologies, Maryknoll-New York: Orbis Books,

1985, pp.95-121.

 
 
 

Saint Augustine’s Conversion

Saint Augustine’s Conversion

I. Introduction: a. Saint Augustine’s Life

b. Confession and Book VIII

c. Intended Audience

d. Method: human meaning-making, John Cameli’s theory of

Conversion, and appropriation


II. Book VIII of Confession: a. Structure

b. Encounters with Simplicanus, Ponticianus, Alypius, Monica


III. Conversion theory of John Cameli: a. Cognitive dimension

b. Affective dimension

c. Values dimension


IV. Lonergan’s theory of human meaning-making:

a. Experiencing…the existent (encounter, lived spirituality)

b. Understanding…the intelligible (bright ideas, little stories)

c. Judging…the true (verification, discernment)

d. Deciding…the good (responsible praxis, practical wisdom)


V. Re-appropriation: a. Description of the intended audience

b. Process and values of Augustine’s conversion for catechumens

- significant encounters and important moments

- three dimensions of conversion (cognitive-affective-values)


VI. Conclusion: Why it is a “classic”

a. A capacity to surprise and challenge

b. Brings us into transforming contact with our religious tradition

c. A “wisdom document”

d. Content and teaching

e. The connection between theory and practice is explicit


The structure of Book VIII:

8.1.1-2 = Introduction

8.2.3-5.12 = Conversation with Simplicianus

8.2.3-5 = Conversion of Marius Victorinus

8.6.13 = Second Introduction

8.6.14-18 = Conversation with Ponticianus

8.6.15 = Conversion of the two courtiers of Trier

8.8.19-12.30 = Augustine and Alypius in the garden at Milan

8.12.28-30 = Conversion of Augustine and Alypius

M.A. Comprhensive Exams Conclude My Theology Studies at CTU

M.A. Comprhensive Exams Conclude

My Theology Studies at CTU

by Alexander Denny Wahyudi, SX

On March 28 and 29, 2007 I had my comprehensive examinations at CTU for my M.A. studies in theology with the major of spirituality and the minor of cross-cultural. These exams are intended to be a “capstone” event in the M.A. program. I have taken this study since my second year of theology study at CTU (2004-2007). It was together with my M.Div (Master of Divinity) program. I took the General M.A. that means I do not have to write a thesis. This comprehensive exams are meant to demonstrate the candidate’s grasp of the content of the disciplines included within his/her program and to afford the candidate an opportunity to demonstrate the scope and integration of his/her theological studies, so that the M.A. represents more than just an accumulation of courses. As preparation of these exams, I prepared eight questions that divided into five for my major in spirituality and three in cross-cultural including the bibliography. They have to be approved by the three professors in the board. For the first day, I presented a thirty-minute lecture of my first question, namely: Using Book VIII of the Confessions of Saint Augustine which pertains to his conversion, discuss the content with Lonergan’s theory of human meaning-making and the “conversion theory” of John Cameli. How do you re-appropriate it for catechumens in a college setting of your own country, Indonesia? A half hour of the rest, the three professors asked me questions based upon this presentation. For the second day, for one hour they asked me the other seven questions orally. They are about the spirituality of Dietrich Bonhoeffer, Julian of Norwich, celibate chastity in religious life, theory of religion and religion studies, Lectio Divina by Guigo II, Interreligious dialogue of Christian-Buddhism, and Inculturation. The board of the exams consists of Father Paul Lachance, OFM, Sister Mary Frohlich, RSCJ, and Edmund Chia. Finally, I could pass this crucial moment of my studies at CTU. I thank God for this grace I ever receive in my life through the Xaverians and the professors who have approved my effort and struggle to conclude this graduate studies. I was feeling much released after this great tension during the last week of the exams. I am looking forward the second graduation on May 17 for this M.A. degree after last year I graduated of my M.Div studies.