Sunday, February 11, 2007

Khotbah Minggu Biasa VI, 11 Februari 2007

Minggu Biasa ke-6, 11 Februai 2007

St. Therese Church Chicago

Luke 6:17, 20-26

Sering saat kita masih kecil ditanya, “kalau udah gede kamu mau jadi apa?” Spontan beberapa dari kita menjawab: “aku mau jadi pilot,” “aku mau jadi presiden,” “aku mau jadi insinyur” Sering pula kita mendengar: “kamu harus sekolah yang pintar supaya nanti jadi dokter.” Intinya kita mau jadi orang yang berharga bagi diri kita sendiri dan orang lain. Kita menjadi tumpuan harapan bagi keluarga kita untuk meningkatkan taraf hidup dan nama baik. Sejalan dengan itu budaya pendidikan dijalankan di mana-mana dari TK hingga pendidikan tinggi. Suatu kebanggan bila sebuah keluarga memiliki anak-anak yang pintar, sekolah tinggi, diwisuda dan mendapat pekerjaan yang menjanjikan masa depan cemerlang. Saya yakin kita semua yang ada di sini menjadi kebanggan bagi keluarga kita di tanah air karena banyak sebab yang membuat kita lebih dari yang lain terutama dalam hal materi dan nama baik. Kita pun dengan bangganya mengamini sebagai produk AMERIKA.

Sebaliknya, tidak pernah dari kita bercita-cita ingin jadi orang yang miskin, kelaparan, menderita, dan terhina di mata masyarakat. Secara manusiawi kita ingin mejadi lebih baik dari keadaan yang sekarang atau lebih dari saudara-saudari dan orang-orang di sekitar kita.

Namun, dalam Injil Tuhan kita hari ini dari Injil Lukas Bab 6, Yesus mengutuk orang yang kaya, Yesus mengutuk orang yang kenyang, Yesus mengutuk orang yang tertawa bahagia, dan Yesus mengutuk orang yang dipuji-puji. Justru, sebaliknya Yesus berpihak pada orang yang miskin, orang yang lapar, orang yang bersedih dan orang yang dikucilkan oleh masyarakat. Kok demikian sih Yesus? Apa maksud Yesus dengan perkataan-Nya ini? Seakan Yesus mengutuk kita dan tidak mau berada di pihak kita. Apa pesan Yesus sebenarnya bagi kita?

Injil Lukas 6:20-26 ini dikenal dengan Sabda Bahagia yang mirip dengan 8 Sabda Bahagia dalam Injil Mateus 5:1-12. Sabda Bahagia Lukas ini menggambarkan apa yang terjadi dalam kalangan orang-orang yang mengikuti Yesus dan bukan mengajarkan hal-hal yang HARUS dilakukan. Dengan kata lain: Sabda Bahagia ini adalah ungkapan yang bersifat DESKRIPTIF dan bukan PRESKRIPTIF. Mungkin ada yang tidak setuju dengan hal ini, karena dikatakan oleh Yesus bahwa orang yang miskin akan masuk Kerajaan ALLAH? BUKAN!!! Keliru apabila kita memandang Sabda Bahagia ini adalah Resep hidup bahagia sebagai pengikut Yesus.

Injil Lukas mau berbicara kepada orang yang miskin, yaitu orang yang kekurangan secara material, orang yang tidak mampu mencukupi kebutuhan minimal sehari-hari, orang yang pas-pasan hidupnya. Injil Lukas ini juga berbicara kepada orang kaya yaitu orang yang berkelebihan harta dan orang yang tidak merasakan kekurangan. Kepada orang yang miskin Yesus berkata bahwa mereka yang memiliki Kerajaan Allah. Dan kepada orang kaya, tidak dikatakan bahwa mereka tidak memiliki Kerajaan Allah. Namun hidup mereka tiada artinya lagi maka Yesus mengutuk, “Celakalah…” bila mereka sudah puas dan merasa aman dengan kelimpahan mereka.

Lalu apa Kabar Gembira yang ditawarkan Yesus di sini? Yesus tidak menjajakan kemiskinan sebagai keutamaan dan mencerca kekayaan sebagai sumber malapetaka. Seandainya Yesus mengobjekkan kemiskinan dan penderitaan orang miskin, kabar gembira Yesus tidak akurat bagi kita umat Kristiani. Namun Yesus memberikan harapan baru bagi orang yang terbelit kemiskinan dan Yesus turut pula memberikan harapan baru bagi mereka yang terjerat ikatan-ikatan kekayaan. Maksudnya begini: Kemiskinan yang membuat orang makin melarat dan kekayaan yang membuat orang semakin lupa daratan membawa martabat manusia menuju keterpurukan, membuat hidup manusia makin pilu. Allah Yang Maha Rahim tidak rela melihat manusia ciptaanNya makin merosot. Maka Kerajaan Allah yang diwartakan utusanNya yaitu Yesus, Anak Manusia ini dimaksudkan untuk membangun wahana di mana manusia mampu menata kembali martabatnya yang luhur dan utuh, tidak lusuh-nglomprot oleh kemiskinan dan tidak pula busuk karena tertimbun kekayaan.

Sering manusia beranggapan secara picik bahwa orang yang miskin-melarat-sakit-menderita adalah akibat dosa-dosanya dan orang yang sukses-kaya-sehat-sejahtera adalah pahala dan ganjaran bagi mereka yang berkelakuan lurus dan hidup suci di dunia ini. Justru kedua anggapan picik inilah yang mau detentang Yesus. Yesus bersabda: “berbahagialah kamu yang miskin karena kamulah empunya kerajaan Allah” dan kita baca juga: “celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburan.” Orang dapat menyimpulkan secara keliru bahwa orang kaya itu terkutuk justeru karea ia kaya. INI tidak benar. Sabda bahagia bahwa orang miskin memiliki Kerajaan Allah ini bukan pernyataan eksklusif, jadi hendaklah tidak dipahami bahwa mereka sajalah yang miskin yang memiliki Kerajaan Allah. Kabar gembiranya yaitu bahwa orang miskin yang empunya Kerajaan Allah dan warta gembira ini tidak perlu bersifat eksklusif. Alasan mengapa orang kaya dianggap celaka karena “telah memperolah penghiburan” tidak dikatakan bahwa orang kaya tidak bakal masuk Kerajaan Allah. Maka kita diajak untuk tidak menganggap kekayaan kita sebagai milik yang eksklusif melainkan pemberian Allah yang hendaknya diamalkan bagi sesama maka orang kaya ini juga memiliki Kerajaan Allah. Dalam Gereja Perdana pun seperti dikisahkan Lukas dalam Kisah Para Rasul bab 2, mereka hidup saling berbagi dengan sehati dan sejiwa sebagai pengikut Kristus Yesus.

Yesus tidak mengajak kita untuk sekarang lapar, sedih dan menderita supaya kita nanti dapat kenyang dan tertawa. Bukan demikian! Kita diajak untuk berkepala dingin: yaitu hidup ini bukannya hanya satu warna. Kalau sekarang kita sedang tidak banyak rejeki, ya kita tidak harus berputus asa, nanti ada saatnya kita tertawa dan bersyukur. Jadi Sabda Bahagia ini membawa kita kembali pada realita kehidupan yang tidak monoton. Hidup ini penuh dengan lika-likunya, pasang-surut dan suka-dukanya. Ayat-ayat yang nampaknya kontradiktif ini membawa kita pada kenyataan hidup kita yang penuh variasi. Siapa sih diantara kita yang tidak pernah menangis, sedih dan menderita?

Dalam bacaan pertama dari Kitab Nabi Jeremia 17:5-8 juga terdapat kata-kata “Terkutuklah” dan “Terberkatilah.” Maksudnya sama dengan Injil hari ini yaitu bahwa orang yang mengandalkan usaha dan kekuatan manusia melulu disebut “terkutuk” karena pasti tidak berhasil. Tapi orang yang mengandalkan Tuhan ialah orang yang “terberkati” karena upayanya akan subur dan berbuah. Dalam dua situasi yang ekstrem ini kita diajak untuk berpikir dan merenung bahwa hidup kita selalu dalam dua situasi yang silih berganti. Kadang kita begitu yakin akan rencana dan usaha kita sendiri namun akhirnya gagal dan sebaliknya setelah kita berserah pada Tuhan akan situasi yang tidak mungkin terjadi, namun malah terjadi sesuai kehendak Tuhan. Orang yang tahan uji dalam percayanya serta mampu menerima kenyataan yang ada dengan terbuka, akan terus memiliki harapan yang hanya didukung oleh kekuatan Allah sendiri.

Keberadaan kita sebagai umat Katolik Indonesia yang telah menjadi bagian dari gereja lokal di Chicago ini yaitu melalui paroki St. Therese menjadi kesaksian tersendiri. Suatu kali saya ditanya: mengapa umat kelompok Katolik Indonesia memiliki banyak anak muda namun gereja St. Therese ini sendiri tidak memiliki anak muda yang aktif di gereja? Saya dengan bangga memberikan jawaban bahwa memang kita sebagian besar adalah anak muda yang memiliki kerinduan untuk berkumpul bersama dalam satu iman dan PWKI adalah wahananya. Namanya di perantauan kalau kita dapat bertemu dengan teman-teman se tanah air sebulan sekali khan memberikan kekuatan tersendiri.

Akhirnya marilah kita bersama-sama berusaha mensyukuri apa yang menjadi berkat Tuhan bagi kita masing-masing secara pribadi maupun dalam komunitas PWKI ini. Saya salut kepada Anda sekalian yang merelakan waktu, tenaga, dana serta pikiran dan inisiatifnya untuk terus membuat asap dapur PWKI ini mengepul. Harapan saya semoga kepengurusan PWKI serta segala aktivitasnya terus berkelanjutan dengan komitmen dari Anda semua. Jangan bertanya apa yang sudah PWKI berikan pada saya namun bertanyalah apa yang dapat aku sumbangkan buat PWKI? Jangan sampai kita dianggap sebagai orang kaya yang celaka, namun semoga kita menjadi orang kaya yang rela berbagi rejeki bagi sesama kita terutama dalam wadah resmi iman kita PWKI (Paguyuban Warga Katolik Indonesia) tercinta ini. Hidup PWKI! Hidup PWKI! Alleluya…..