Kisah Pengalaman Saya Mengenal Pastor Angelo Geremia, SX
Oleh: Frater Diakon Alexander Denny Wahyudi, SX
Chinatown-Chicago, 30 Maret 2007
Pertama kali saya bertemu dan melihat beliau adalah saat dia menjabat sebagai propinsial SX Indonesia dalam acara pentahbisan imamat Romo Priyono Oktober 1995 di Yogyakarta. Saat itu secara khusus saya datang dari Jakarta, sengaja liburan cuti dari kantor (saat itu saya masih bekerja di TOTO) dan menyaksikan buah sulung imam Xaverian Indonesia pertama ditahbiskan. Saat itu saya tidak berbicara langsung dengan Pastor Geremia, namun saya hanya tahu kalau pastor yang satu ini adalah pimpinan SX Indonesia. Wajah beliau saat itu terabadikan dalam kamera saya saat tahbisan di paroki Mlati, Yogyakarta. Kesan saya waktu itu tentang beliau: cukup tenang, tidak banyak bicara dan cukup anggun serta berwibawa sebagai pimpinan serta selalu berpakaian rapi.
Kali kedua saya bertemu beliau adalah saat setelah saya secara resmi diterima di pra-novisiat Xaverian di tahun 1996. Sebelum saya masuk pra-novisiat di Bintaro saya menyempatkan waktu mengunjungi Xaverian di Padang dan Mentawai. Saat itu saya menginap di Padang dan sebelumnya saya sudah minta ijin pada beliau untuk datang dan menginap di rumah biara/propinsialat Xaverian di Padang. Saya diterima dengan baik oleh beliau dan diberikan kamar pribadi untuk menginap. Kesan saya pertama memang benar bahwa dia adalah tipe orang yang tenang, tidak banyak bicara, bicara seperlunya saja. Saya merasa terdukung untuk terus bersemangat dalam menjalani tahap awal pembinaan Xaverian setelah melihat lebih dekat Xaverian di Padang dan Mentawai. Meskipun saya belum masuk pra-novisiat namun saya sudah dianggap sebagai anggota Xaverian. Saya bisa menonton TV bersama para pastor lain di ruang rekreasi di biara/propinsialat SX di Padang. Saya melihat beliau senang menonton film “action” dan berita serta hobi merokok. Saya menyaksikan lebih dekat kehidupan beliau saat itu meskipun tidak secara formal berdialog.
Hidup bersama Pastor Geremia selama empat tahun di satu atap rumah yaitu di rumah pendidikan Xaverian di Cempaka Putih dari 1998-2002 buat saya sungguh sangat memberikan kesan yang indah. Itulah saat-saat panggilan awal saya dibina, dipupuk, ditantang dan diproyeksikan ke depan. Baru pertama kali saya masuk ke tingkat satu filsafat, saya sudah diberikan kepercayaan untuk menangani pelayanan sebagai “minister” yang berarti mengurusi urusan dapur, belanja kebutuhan makanan sehari-hari. Ini saya terima dengan penuh syukur dan tanggung jawab bahkan selama setahun saya menjadi minister rumah studi filsafat ini. Selain itu di tahun pertama itu juga beliau bersama Pastor Lupo sebagai wakil rektor mempercayakan saya untuk menjalani kerasulan di bidang katekumenat di Universitas Bina Nusantara bersama Frater Heri, kakak kelas saya. Terus terang ini juga memberikan kesan bahwa saya sungguh diberikan kepercayaan karena biasanya frater tingkat satu filsafat belum menangani katekumenat. Hal lain yang memberikan tanda kepercayaan besar dari beliau buat saya adalah saat dia membutuhkan seorang frater untuk mengetik cepat. Tidak itu saja seseorang yang cepat dan sigap menjalankan tugas dengan baik. Maka secara praktis saya dijadikan sekretaris beliau untuk mengetik laporan keuangan dan juga testimonium para frater yang akan berangkat ke Teologi Internasional tahun 2002, termasuk saya sendiri, baik dalam bahasa Italia maupun bahasa Indonesia. Karena beliau tidak mengetik dan menggunakan komputer, maka saya dipercaya menjadi sekretarisnya pribadi dalam hal-hal yang memang diperlukan secara mendesak. Hal lain yaitu saat beliau mempercayakan saya untuk menjadi penghubung ke STF Driyarkara khususnya yang bersangkutan dengan hasil tes para calon frater Xaverian dan juga pembayarannya kepada pihak STF melalui Bapak Sarwono. Juga, soal surat-surat serta ijasah para frater lain dari STF, saya menjadi “minister”nya. Saya ingat betul ketika Frater Petrus minta surat keterangan tentang STF Driyarkara untuk keperluan studinya di CTU-Chicago (USA), saya diminta beliau untuk mencari tahu dari STF dan mengirimkan lewat pos. Ketika tidak ada pastor lain di rumah, dia mempercayakan saya untuk membuka email komunitas dan mencetak untuknya terutama untuk sebuah email yang penting, rahasia dan mendesak. Intinya hal-hal kecil dan tugas-tugas besar lain yang menyangkut masalah hidup bersama, beliau sungguh mempercayakan secara penuh kepada para fraternya yang memang memiliki kapasitas masing-masing. Dan saya yakin dia memberikan kepercayaan penuh pula kepada frater lain yang memiliki talenta di bidang lain seperti Frater Emanuel mengenai masalah mobil dan juga perawatan rumah. Dari sikap kepercayaan dan kebapaannya inilah dia memberikan kesan sangat positif buat kami semua yang digembalakannya. Hampir di surat testimoinum tiap tahun yang saya terima dari beliau tidak banyak laporan negatif tentang diri saya, kalau pun ada itu untuk memberikan semangat lebih secara moral dalam pengolahan diri. Karena saya selalu serius jadi dia juga serius terhadap saya. Namun, saya melihat dia bisa bercanda juga dengan frater lain yang juga memang hobi humor. Rekomendasi dari beliau agar saya langsung berangkat ke teologi internasional selepas tamat kuliah di STF Driyarkara tahun 2002 juga memberikan tanda yang besar bahwa dia mempercayai betul apa yang sudah saya perjuangkan selama ini dalam panggilan saya sebagai seorang frater Xaverian. Maka, kepercayaan beliau menjadi modal besar bagi saya untuk menjaganya dengan baik.
Pertemuan saya terakhir dengan beliau adalah saat pulang liburan pertengahan tahun 2006 lalu. Itulah kali terakhir saya bertemu beliau di Jakarta. Saya pun cukup heran mengapa dia nampaknya lebih kurus dari pada biasanya. Kesan saya masih sama seperti dulu, bahwa dia tidak banyak bicara dengan saya, hanya seperlunya saja meskipun saya sering kali mengunjungi Wisma Xaverian ikut makan bersama dengan konfrater lain dan ikut ibadat doa atau pun misa. Saya malah sempat memberikan foto kopi surat tahbisan diakonat saya kepada beliau agar dimasukkan dalam arsip file saya di Cempaka Putih untuk kepentingan proses tahbisan imamat kalau memang dibutuhkan.
Akhirnya saya hanya mau mengutip satu paragraph surat lamaran saya untuk tahbisan imamat awal bulan Maret 2007 lalu sehubungan dengan jasa besar beliau:
“In remembering the merit of my formator and rector at the philosophy house in Jakarta, Father Angelo Geremia, SX, who passed away yesterday on March 3, 2007 in Parma, I like to explore my condolence and prayer for him to be granted eternal life peacefully in God's Kingdom. Through his kindness and fatherhood I have received a real witness and example of this wonderful life story of a devoted missionary of the Xaverians that in turn invites me to continue his example. Thank you, Father Geremia for all of your generosity to me personally and pray for me who am still struggling in the world. It is a privilege to me that I could see you last year for the last time when I spent my vacation in Indonesia.”
No comments:
Post a Comment